21 BPR dan BPRS Bangkrut dalam Setahun, Bos LPS Sebut 2 Lainnya Nyaris Tumbang

21 BPR dan BPRS Bangkrut dalam Setahun, Bos LPS Sebut 2 Lainnya Nyaris Tumbang


Semua jenis bisnis, saat ini, kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Termasuk industri perbankan, khususnya Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) sudah banyak yang gulung tikar alias bangkrut.

Tak sedang bercanda, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyebut dua BPR hampir bangkrut. Keduanya berlokasi di Cirebon (Jawa Barat) dan Surabaya (Jawa Timur).

Ya, memang hampir namun masih bisa diselamatkan. “Ada dua, di Jawa Barat dan Surabaya. Kita usahakan ada pemecahan. Kelihatannya bisa selamat yang di Cirebon, maupun yang di Surabaya,” ujar Purbaya usai diskusi bertajuk ‘Sumitronomic, Simposium Nasional dan Arah Ekonomi Indonesia’ di Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Dia bilang, LPS tak hanya memberikan penjaminan terhadap dana simpanan nasabah. Saat ini, LPS membantu mencarikan solusi bagi BPR yang berada di ambang kebangkrutan.

“LPS aktif sekarang bukan hanya kalau bangkrut saja, tapi sebelum bangkrut kita cari jalan keluar. Let’s say pemegang saham atau yang punya dan di situ mau konversi, yang menggunakan dia juga, itu sudah kita dukung. Dan sepertinya akan berhasil,” ujar Purbaya.

LPS berkomitmen membantu BPR dan BPRS dalam meningkatkan kinerja melalui dukungan terhadap transformasi digital, mengingat BPR/BPRS memiliki posisi yang strategis dalam ekosistem keuangan nasional.

“Kami akan menyediakan sistem informasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas tata kelola, memperkuat pelaporan dan mendorong digitalisasi proses operasional secara keseluruhan,” kata Purbaya.

Lanjutnya, bahwa penyediaan sistem informasi akan segera dimulai pada tahun ini dengan melakukan pilot project terhadap beberapa BPR/BPRS.

“Pentingnya transformasi digital dan pengembangan sistem teknologi informasi (IT) di BPR/BPRS, agar ke depannya bisa memiliki keunggulan dalam bidang usaha yang lebih komparatif yang belum tentu dimiliki oleh pelaku industri lain,” ujar Purbaya.

Purbaya mengungkapkan LPS saat ini mempunyai dana cadangan sekitar Rp255 triliun untuk menjamin simpanan nasabah di perbankan.

Hingga akhir 2025, Purbaya memproyeksikan, alokasi dana cadangan masih akan bertambah hingga Rp270 triliun. Seiring sektor finansial, saat ini tengah mengalami pertumbuhan pesat. Ditandai dengan perolehan dana pihak ketiga (DPK) yang membaik.

Per Maret 2025, terdapat 15,58 juta rekening nasabah BPR/BPRS yang dijamin penuh LPS. Jumlah tersebut setara dengan 99,98 persen dari total rekening di BPR/BPRS.

Sejak 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha 21 BPR dan BPRS di Indonesia. Terakhir adalah ditutupnya PT BPRS Gebu Prima di Medan, Sumatra Utara.

Sedangkan 20 BPR dan BPRS yang ditutup lainnya, adalah, BPR Wijaya Kusuma, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPR Pasar Bhakti Sidoarjo, BPR Purworejo.

Dan, BPR EDC Cash, BPR Aceh Utara, BPR Sembilan Mutiara, BPR Bali Artha Anugrah, BPRS Saka Dana Mulia, BPR Dananta, BPR Bank Jepara Artha, BPR Lubuk Raya Mandiri, BPR Sumber Artha Waru Agung, BPR Nature Primadana Capital, BPRS Kota Juang (Perseroda), BPR Duta Niaga, BPR Pakan Rabaa, BPR Kencana, dan BPR Arfak Indonesia. 
 

Komentar