Anggota Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia menilai adanya pelemahan otonomi daerah akibat sentralisasi kewenangan. Wewenang pemerintah pusat yang meluas. Hal ini memantik melebarnya kesenjangan ekonomi pusat dan daerah.
“Banyak kepala daerah merasa kewenangannya secara perlahan tapi pasti, ditarik kembali ke pusat. Padahal, secara normatif, otonomi daerah seharusnya diperkuat, bukan dilemahkan,” kata Doli di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Menurut politikus Partai Golkar itu, masih banyak persoalan mendasar yang perlu dibenahi. Utamanya, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin, antara daerah dan pusat.
Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, menjelaskan, masalah keadilan ekonomi, tidak cukup diatasi dengan kebijakan teknis semata. Diperlukan perubahan sistemik yang juga bisa diakomodasi melalui reformasi konstitusi, jika diperlukan.
“Kita bicara tentang pendapatan triliunan, tapi masih banyak masyarakat yang hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Ini menjadi tugas besar kita bersama,” katanya.
Ke depan, lanjutnya, perlu evaluasi menyeluruh terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Termasuk kemungkinan amendemen Undang-Undang Dasar 1945. “Ini waktu yang sangat tepat untuk memulai diskusi serius tentang amandemen konstitusi. Kita tidak bisa terus menunda,” kata Doli.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, menekankan pentingnya memantapkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Komunikasi Purnawirawan TNI (FOKO), Bambang Darmono menambahkan, saat ini, terjadi stagnasi kemajuan bangsa setelah reformasi. “Termasuk di sektor ekonomi mengalami stagnasi juga,” ungkapnya
Saat ini, menurut Bambang, desakan tinjau ulang sistem ketatanegaraan Indonesia secara menyeluruh, menguat. Termasuk mempertimbangkan revisi konstitusi apabila terbukti tidak lagi sesuai dengan tantangan zaman.
“Ini bukan soal menolak reformasi, tapi soal keberanian melihat kenyataan. Kalau sistem ketatanegaraan kita terbukti tidak efektif membawa kemajuan, maka sudah saatnya dievaluasi secara serius, termasuk kemungkinan revisi UUD 1945,” kata Bambang.
Dikatakan, perubahan besar tidak akan terjadi jika para pemimpin nasional, hanya terpaku menjaga status quo. Dibutuhkan keberanian politik untuk mengambil langkah strategis demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Dosen FISIP UI, Reni Suwarso mendorong MPR untuk membuka ruang dialog nasional tentang efektivitas UUD 1945 pasca reformasi dan kemungkinan amendemen. Sistem perundangan harus diperbaiki.
Ia bersama sejumlah akademisi yang tergabung dalam 60 kampus terbaik di Indonesia, bekerja sama dengan FOKO, telah menulis buku tentang naskah mengkaji ulang UUD NRI 1945, didalamnya ada usulan dan perbaikan tata hukum di Indonesia.
“Saat ini harus dijadikan kesempatan untuk refleksi. Kita sudah 27 tahun reformasi, 6 kali Pemilu, apakah Pemilu telah mendekatkan kita pada cita-cita yang tercantum dalam UUD 1945,” ungkapnya.