4 Jam Diperiksa KPK, Maria Magdalena Eks Stafsus Hanif Dhakiri Pilih Bungkam

4 Jam Diperiksa KPK, Maria Magdalena Eks Stafsus Hanif Dhakiri Pilih Bungkam

Mantan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan era Hanif Dhakiri, Maria Magdalena, merampungkan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) berupa pemerasan dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025) siang.

Maria diperiksa selama empat jam. Ia masuk ke gedung KPK sekitar pukul 10.04 WIB dan keluar pukul 14.04 WIB. Namun, saat dicecar pertanyaan oleh awak media, Maria memilih bungkam dan langsung berjalan meninggalkan lokasi.

Selain Maria, dua mantan staf khusus Menaker lainnya yang turut diperiksa hari ini adalah Nur Nadlifah dan Mafirion.

“Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Selasa (15/7/2025).

Sebelumnya, penyidik KPK juga telah memeriksa mantan Staf Khusus Menaker Hanif Dhakiri, Luqman Hakim (LH), terkait dugaan aliran dana hasil pemerasan dalam pengurusan RPTKA oleh para tersangka.

“Penyidik mendalami dugaan adanya aliran dana dari para tersangka ke para Staf Khusus Kemenaker,” kata Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (19/6/2025).

Namun, Budi enggan mengungkap lebih jauh apakah aliran dana tersebut juga sampai ke tangan Menaker.

Luqman sebelumnya telah merampungkan pemeriksaan pada Selasa (17/6/2025), setelah absen karena sakit pada pemanggilan sebelumnya, Selasa (10/6/2025).

Pada Selasa (10/6/2025), KPK juga memeriksa dua mantan staf khusus Menaker Ida Fauziyah terkait dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA, termasuk aliran dana hasil kejahatan tersebut.

“Saksi 1 dan 2 didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA, dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan,” ujar Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Rabu (11/6/2025).

Dua staf khusus yang dimaksud adalah Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo. Keduanya telah diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada hari yang sama.

KPK mengungkap bahwa praktik pemerasan RPTKA di Kemnaker tidak hanya terjadi selama periode 2019–2024, tetapi telah berlangsung sejak 2012. Lembaga antirasuah itu membuka kemungkinan pengembangan penyidikan hingga ke jajaran menteri.

Tiga menteri yang menjabat selama periode tersebut adalah Muhaimin Iskandar (2009–2014), Hanif Dhakiri (2014–2019), dan Ida Fauziyah (2019–2024). Ketiganya berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Pasal gratifikasi kami tetapkan ini sebagai pasal lapisan, apabila nanti memang secara alat bukti untuk pemerasannya, misalnya kami tidak mendapatkan alat bukti yang kuat sehingga kemarin dari diskusi dengan teman-teman penuntutan kita lapiskan pasal gratifikasi,” ujar Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih, Kamis (5/6/2025).

Menurut Budi, pelapisan pasal gratifikasi disiapkan apabila penyidikan menemukan keterlibatan pihak di level menteri.

“Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan,” imbuhnya.

Selain pasal gratifikasi, KPK juga mempertimbangkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap pihak-pihak yang diduga menerima dana hasil pemerasan. Upaya ini menjadi bagian dari strategi pemulihan aset (asset recovery) atas tindak pidana korupsi.

KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan RPTKA, dengan total aliran dana mencapai Rp53,7 miliar selama 2019–2024. Berikut rinciannya:

1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025): Rp18.000.000.000

2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp13.900.000.000

3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA (2021–2025): Rp6.300.000.000

4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA (2024–2025): Rp2.300.000.000

5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1.800.000.000

6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1.100.000.000

7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA (2017–2019): Rp580.000.000

8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023): Rp460.000.000

Selain itu, terdapat aliran dana tambahan sebesar Rp8,94 miliar yang diduga disalurkan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk “uang dua mingguan”. Dana tersebut juga digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama pribadi maupun keluarga para tersangka.

Komentar