80 Tahun Indonesia Merdeka: Dari Bambu Runcing Menuju Pertahanan Modern Demi Kedaulatan NKRI

80 Tahun Indonesia Merdeka: Dari Bambu Runcing Menuju Pertahanan Modern Demi Kedaulatan NKRI


Perang gerilya dengan bambu runcing dan pertempuran darat yang pernah dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan mungkin sempat menjadi fenomenal pada masanya. Namun saat ini hal itu tidak bisa lagi dilakukan mengingat sudah berkembangnya taktik perang di dunia.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perbatasan wilayah yang sangat luas baik di darat, laut, maupun udara. Hal itu menjadi tantangan besar bagi sistem pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menjaga kedaulatan negara. Sehingga pertahanan ‘primitif’ seperti gerilya dengan bambu runcing sudah tidak lagi cocok dilakukan.

Di tengah perkembangan teknologi, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai penjaga pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara memegang peranan sangat penting. Mereka dituntut untuk terus meng-upgrade diri mulai dari kemampuan pasukan hingga Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista).

Meski Indonesia tidak berada di wilayah perang atau daerah rawan konflik, namun NKRI harus terus memperkuat sistem Alutsista-nya sebagai persiapan untuk menghadapi geo-politik internasional yang dinamis.

Indonesia bisa cukup berbangga karena berdasarkan data dari lembaga pemerhati militer dunia independen, Global Firepower (GFP), Indonesia masuk dalam peringkat ke-15 dari 140 kekuatan militer dunia pada tahun 2022.

Kekuatan ini meliputi alutsista dan jumlah personel yang ada di tiga matra yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AD). Dari data tersebut, Indonesia naik satu peringkat yang sebelumnya pada 2021 berada di posisi ke-16 dunia.

Menurut informasi dari www.globalfirepower.com, ada 50 indikator yang menjadi faktor penilaian Global Firepower untuk menghitung skor power index setiap negara. Semakin tinggi tingkatan militer suatu negara, skor power index negara itu akan semakin kecil. Kebalikannya, jika skornya makin besar maka semakin rendah peringkat militernya.

Pemerintah sendiri terus meningkatkan sistem alutsista yang dimiliki TNI dari tahun ke tahun. Mesti tidak diketahui jumlah pastinya, namun dalam beberapa acara penting seperti HUT TNI hingga HUT kemerdekaan, sejumlah alutsista biasanya ikut dipamerkan ke publik.

post-cover
Prajurit TNI mengikuti parade alutsista peringatan HUT TNI di Lapangan Silang Monas, Gambir, Jakarta. (Foto: Antara)

Pada peringatan HUT ke-79, TNI memamerkan sebanyak 1.059 dari tiga matra mencakup kendaraan taktis, kendaraan tempur, tank-tank amfibi, truk pengangkut pasukan, dan sistem peluncur senjata. Jumlah alutsista yang dipamerkan ini biasanya adalah sebagian kecil dari jumlah keseluruhan yang dimiliki TNI.

Namun bukan hanya Indonesia saja, seluruh negara-negara di dunia biasanya memang tidak secara transparan merilis jumlah alutsista yang mereka miliki. Sebab hal ini berkaitan dengan peta kekuatan militer masing-masing negara.

TNI Terus Berbenah dan Meningkatkan Kekuatan Militer

Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono mengatakan pihaknya dan pemerintah terus mendukung TNI untuk memperkuat sistem pertahanan dan alutsista. Hal ini ditunjukan dengan dukungan DPR terhadap anggaran Kementerian Pertahanan (Kemhan) khususnya TNI.

Menurutnya, pemerintah sudah melakukan modernisasi alutsista TNI untuk mendukung postur pertahanan nasional. Hal ini sebagai komitmen pemerintah menyikapi tantangan global.

Dave menyebut di tubuh TNI AU saat ini sudah jauh mumpuni dibandingkan tahun sebelumnya. Sebab saat ini TNI AU sudah mengoperasikan sekitar 260 pesawat, termasuk F-16, Sukhoi, Su-27/30, Hawk 209, Super Tucano, dan T-50i.

Selain itu, lanjut Dave, TNI AU juga terus melakukan penguatan kekuatan salah satunya dengan melakukan pengadaan Airbus A400M yang memiliki kemampuan sebagai kendaraan angkut strategis. “Ini mampu membawa 116 personel dan menjangkau 8.900 km, air-to-air refueling, dan operasi di medan sulit,” kata Dave kepada Inilah.com.

Dia menambahkan, pemerintah juga sudah memesan 42 jet tempur Rafale dari Prancis dan 48 unit KAAN generasi kelima dari Turki untuk memperkuat kekuatan TNI AU. Sebab dua pesawat ini diyakini memiliki teknologi yang dibutuhkan Indonesia menyesuaikan perkembangan militer dunia.

“Ini dilengkapi teknologi siluman dan kemampuan tempur segala cuaca,” imbuhnya.

post-cover
Ilustrasi pesawat tempur canggih milik Indonesia (Foto: Freepik)

Di sisi lain, Dave juga menyoroti kekuatan TNI AL saat ini yang sudah diakui oleh dunia. Pasalnya TNI AL menempati peringkat keempat angkatan laut terkuat dunia versi World Directory of Modern Military Warships (WDMMW) tahun 2025.

Pengakuan ini diperoleh karena TNI AL telah diperkuat dengan 243 unit aset tempur laut, termasuk 4 kapal selam, 209 unit Fleet Core, dan 30 kapal amfibi. Meski begitu, Dave mengakui TNI AL belum memiliki kapal induk perang.

Namun, dia meyakini dengan KRI Brawijaya-320 yang dimiliki TNI AL saat ini sudah sangat cukup untuk memperkuat armada tempur maritim di wilayah Asia Tenggara. Sebab kapal tersebut memiliki teknologi tercanggih di ASEAN dengan beberapa fitur pendukung.

“Kapal ini dilengkapi radar multifungsi AESA, sonar bawah laut, sistem rudal permukaan-ke-udara, dan CMS terintegrasi berbasis jaringan berkecepatan tinggi, menjadi simbol modernisasi maritim Indonesia dan sebagai alat diplomasi pertahanan tantangan keamanan laut di kawasan,” ungkapnya.

Selanjutnya, kata Dave, TNI AD juga terus memperbarui alutsista sesuai kebutuhan operasional, dengan menggandeng industri pertahanan dalam negeri untuk memperkuat kemandirian dan efisiensi. Saat ini, TNI AD juga tengah menjajaki pengadaan meriam Caesar 155 mm, peluncur roket MLRS, dan rudal balistik ITBM dari Turki guna meningkatkan daya tembak.

Meski begitu, Dave menekankan jika modernisasi pertahanan nasional tidak hanya soal pengadaan senjata saja. Sebab hal penting lain yang harus disiapkan adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), reformasi birokrasi, serta penguatan riset dan inovasi melalui Universitas Pertahanan (UNHAN). Hal-hal tersebut dinilai menjadi salah faktor penting dalam transformasi menuju sistem pertahanan yang lebih adaptif dan tangguh menghadapi tantangan masa depan.

“Pembangunan kekuatan pertahanan bukan hanya soal senjata, tetapi tentang menjaga martabat bangsa, memastikan stabilitas kawasan, dan menjamin masa depan generasi mendatang. Komisi I DPR RI akan terus mengawal kebijakan pertahanan agar tetap selaras dengan prinsip konstitusional dan kepentingan nasional,” imbuhnya.

Perkuat Diplomasi Hadapi Demi Perkuat Kedaulatan Pertahanan

Masih kata Dave, dalam memperkuat kedaulatan pertahanan, Indonesia juga terus membangun hubungan baik dan menjalin diplomasi dengan berbagai negara. Hal ini menjadi salah satu alternatif untuk memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.

Langkah ini dilakukan untuk mengimbangi upaya pemerintah dalam membangun kekuatan militer di dalam negeri dan wilayah kawasannya yang meliputi Asia Tenggara.

“Pendekatan ini membentuk daya tangkal yang efektif terhadap berbagai ancaman sekaligus memperkuat posisi strategis Indonesia di tingkat regional dan global, sejalan dengan dinamika geopolitik dan kepentingan nasional jangka panjang,” katanya.

Selain itu, pada pemerintahan saat ini Indonesia mulai mengambil peran baru sebagai ‘juru damai’ atas berbagai konflik yang terjadi. Hal ini ditunjukkan oleh Presiden Prabowo Subianto yang mengunjungi beberapa negara berkonflik seperti Rusia, Timur Tengah, hingga ASEAN.

Selain itu, Presiden Prabowo ingin menunjukkan kepada dunia jika Indonesia adalah negara ‘non-blok’ yang tidak berpihak pada kelompok-kelompok tertentu.

“Komitmen terhadap perdamaian dan stabilitas regional ini turut memperkuat citra Indonesia sebagai negara penengah yang kredibel, berdaulat, dan konsisten dalam menjaga kepentingan nasional di tengah dinamika dan tantangan global yang terus berkembang,” imbuhnya. [Ajat/Reyhaanah Asya]

***

Komentar