Aktivis Ungkap Penyebab Rendahnya Duit Negara yang Mesti Dikembalikan SYL

Aktivis Ungkap Penyebab Rendahnya Duit Negara yang Mesti Dikembalikan SYL


Putusan Majelis Hakim  Tipikor terkait uang pidana Pengganti eks Mentan  Syahrul Yasin  Limpo (SYL) Rp16,4 miliar lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK Rp44,7 miliar menjadi polemik.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rahman menilai, hal ini diakibatkan lemahnya pasal 18 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sebab, aturan uang pengganti berdasarkan pasal tersebut dihitung dari uang haram yang dinikmati para koruptor, bukan berdasarkan kerugian negara atas tindak rasuah diperbuat.

“Nah inilah kelemahan dari pengaturan uang pengganti di dalam pasal 18 UU Tipikor. Karena, harta benda hasil tindak kejahatan yang diterima oleh SYL lebih sedikit. Karena kerugian negara itu lebih besar,” ujar Zaenur kepada Inilah.com, Jumat (12/7/2024).

Selain itu, kata Zaenur, kelemahan pasal tersebut, pihak-pihak yang turut menikmati uang korupsi SYL tidak bisa diwajibkan membayar uang pidana pengganti apabila tidak dijerat hukum tindak pidana korupsi terlebih dahulu.

“Total kerugian negara kan mencapai Rp40 miliar. Tapi yang dinikmati SYL sendiri Rp14 miliar. Sisanya uang hasil korupsi itu diberikan atau dinikmati oleh pihak-pihak lain. Mereka tidak bisa dituntut pidana membayar uang pengganti. Artinya gap susah dikembalikan ke kas negara,” tuturnya.

Zaenur mendesak pemerintah agar merevisi pasal 18 UU Tipikor. Ia berharap uang pengganti dibebankan kepada koruptor sesuai dengan kerugian negara yang telah diperbuat atas tindak pidana korups sehingga memaksimalkan pemulihan aset kerugian negara (asset recovery).

“Ini perlu dievaluasi dan perlu perbaikan terhadap Pasal 18 agar terdakwa itu juga dibebani uang pengganti senilai total kerugian negara. Tidak hanya senilai yang dinikmati. Hal ini berbeda total kerugian negara dengan uang yang dinikmati,” jelasnya.

Sebelumnya, Anggota Majelis Hakim Tipikor, Fahzal Hendri memberikan penjelasan, SYL memang terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi dari pejabat eselon Kementan. Akan tetapi, sebagian uang korupsi tersebut bukan hanya digunakan kepentingan pribadi SYL maupun keluarganya melainkan untuk masyarakat maupun kepentingan dinas Kementan.

“Penggunaan sharing (pemerasan pejabat eselon Kementan) sebagaimana rincian di atas (Rp44,7 miliar) terbukti dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan terdakwa yang dapat dikategorikan sebagai kepentingan kedinasan terdakwa selaku menteri pertanian maupun kepentingan pribadi terdakwa termasuk kepentingan keluarga dan kolega terdakwa,” ucap Hakim Fahzal.

Komentar