Film Palestina Peraih Oscar Tayang Online di Amerika Utara setelah Ditolak Bioskop

Film Palestina Peraih Oscar Tayang Online di Amerika Utara setelah Ditolak Bioskop


Film dokumenter pemenang Academy Award ‘No Other Land’ telah tersedia untuk ditonton daring di Amerika Utara. Penayangan secara online ini dilakukan karena bioskop di AS dan Israel menolak menayangkan karya film yang mendokumentasikan kebrutalan kehidupan di bawah pendudukan Israel dan pelecehan oleh pemukim.

Film peraih Oscar ini akan tersedia daring selama tiga minggu. Hasil dari penjualan unduhan akan disumbangkan kepada warga Palestina di Masafer Yatta. Film dokumenter ini menampilkan kehidupan di Mayafet Yatt, sebuah desa Palestina di Tepi Barat yang diduduki.

Menurut situs web film tersebut, proyek yang akan didanai di desa itu meliputi pendidikan pemuda, program pemberdayaan perempuan, inisiatif kedaulatan pangan, perawatan psikologis dan dana darurat untuk penduduk setempat, 

“Ayah saya lahir di bawah pendudukan Israel dan tidak pernah bisa bersekolah. Namun, saya belajar bahasa Inggris dan membuat film, yang membuat saya mampu menyebarkan kisah Masafer Yatta ke jutaan orang,” kata salah satu sutradara Hamdan Ballal dalam sebuah pernyataan tentang rilis penayangan daring tersebut.

“Kami memutuskan untuk secara independen membuat film kami dapat diakses secara daring di AS, karena, meskipun memenangkan Oscar, komunitas kami masih dihancurkan – dan kami sangat membutuhkan bantuan,” tambahnya.

‘No Other Land’ mendokumentasikan penderitaan warga Palestina di Masafer Yatta, yang dinyatakan tentara Israel sebagai ‘zona tembak militer’ pada 1980. Wilayah ini sering menjadi sasaran pembongkaran, penggerebekan, dan kekerasan pemukim. Film ini menampilkan adegan tentara Israel merobohkan rumah-rumah dan mengusir warga Palestina sebagai bagian dari upaya mereka untuk menegakkan zona militer.

Pada bulan Maret, film Israel-Palestina ini memenangkan Oscar untuk film dokumenter terbaik di Academy Awards ke-97, sehingga menarik perhatian global lebih besar baik terhadap karya itu sendiri maupun kenyataan pahit pendudukan Israel. Meskipun banyak yang memuji keberhasilan film ini, kelompok sayap kanan dan pro-Israel di AS dan Israel mengecamnya.

Miki Zohar, Menteri Kebudayaan dan Olahraga Israel, menyebut kemenangan tersebut sebagai momen menyedihkan bagi dunia perfilman, dengan mengatakan bahwa alih-alih menampilkan kompleksitas realitas Israel, para pembuat film memilih untuk memperkuat narasi yang mendistorsi citra Israel di hadapan penonton internasional. Zohar juga mendesak bioskop untuk tidak menayangkan film tersebut.

Di AS, editor majalah Commentary John Podhoretz berkata: “Selamat kepada HAMAS atas kemenangannya di Oscar. Sekarang mari kita lihat mereka dihancurkan”.

Beberapa minggu setelah kemenangan tersebut, salah seorang sutradara Ballal diserang oleh sekitar 15 hingga 20 pemukim Israel di Desa Susya. Mereka memukulinya dan mengincar rumahnya. Tentara Israel kemudian menyerbu ambulans yang membawa Ballal ke rumah sakit dan menahannya semalaman. Ia sempat ditutup matanya, diborgol, dan dipukuli oleh tentara dan pemukim.

Bahkan sebelum memenangkan Oscar, para sutradara Basel Adra, Hamdan Ballal, Yuval Abraham dan Rachel Szor sudah menghadapi tekanan pro-Israel terhadap karya mereka yang muncul menyusul keberhasilannya di Festival Film Berlin 2024. Fitnah terhadap film dan pembuatnya membuat sulit menemukan perusahaan distribusi AS.

Komentar