Bongkar Kasus Kredit Fiktif di LPEI, KPK Panggil Lagi Bos BJU Group

Bongkar Kasus Kredit Fiktif di LPEI, KPK Panggil Lagi Bos BJU Group


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil pemilik BJU Group dan mantan Komisaris Utama PT SMJL, Hendarto (H), untuk menjalani pemeriksaan hari ini.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama H, wiraswasta (owner/Direktur PT Bara Jaya Utama Group),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (25/4/2025).

Hendarto akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan kredit fiktif di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

“Pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” kata Tessa.

KPK terus mendalami dugaan pencairan kredit fiktif oleh LPEI kepada PT SMJL. Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa Hendarto dan Kukuh Wirawan—mantan Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI, pada Senin (20/1/2025). Pemeriksaan difokuskan pada proses pemberian dan penerimaan fasilitas kredit.

“Saksi semua hadir. Saksi 1 (Kukuh) dan 2 (Hendarto) didalami terkait dengan penerimaan dan pemberian uang terkait pengajuan fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” jelas Tessa.

Sejauh ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dari pihak PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE, Jimmy Masrin (JM); Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD); dan Direktur Utama PT PE, Newin Nugroho (NN). Ketiganya telah ditahan sejak Maret 2025.

Sementara itu, dua tersangka dari internal LPEI—Direktur Pelaksana I, Dwi Wahyudi (DW), dan Direktur Pelaksana IV, Arif Setiawan (AS)—hingga kini belum ditahan.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan, dalam konstruksi perkara ini terdapat dugaan konflik kepentingan antara direksi LPEI dan debitur PT PE. Sejak awal, diduga telah terjadi kesepakatan yang mempermudah proses pemberian kredit.

Pihak direksi LPEI disebut tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana kredit sesuai ketentuan Manajemen Aset dan Piutang (MAP). Bahkan, mereka memerintahkan pencairan dana meskipun tidak memenuhi syarat kelayakan.

PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan kredit yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selain itu, perusahaan tersebut melakukan manipulasi (window dressing) dalam laporan keuangan.

Dana kredit yang diterima PT PE tidak digunakan sebagaimana mestinya, melainkan menyimpang dari tujuan dan peruntukan sebagaimana tercantum dalam perjanjian dengan LPEI.

KPK mencatat, pemberian fasilitas kredit fiktif oleh LPEI kepada PT PE telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp846.956.205.027 (Rp846,9 miliar).

Selain PT PE, terdapat 10 debitur lain yang juga diduga terlibat dalam skema kredit fiktif. Namun, mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Total kerugian negara akibat kredit fiktif dari 11 debitur tersebut diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun.

 

Komentar