Tergiur Imbal Hasil 12 Persen, Ribuan Nasabah Investasi Bodong Fikasa Group Kehilangan Duit Rp4,2 Triliun

Tergiur Imbal Hasil 12 Persen, Ribuan Nasabah Investasi Bodong Fikasa Group Kehilangan Duit Rp4,2 Triliun


Malang betul nasib 4 ribu nasabah yang menjadi korban investasi bodong dari Fikasa Group. Gara-gara tertarik imbal hasil 9-12 persen, mereka harus kehilangan duit hingga Rp4,2 triliun.

Saat ini, mereka telah mengajukan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Fikasa Group di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (PN Jakpus).

“Kami butuh dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk warganet karena sudah ada 4.000-an nasabah yang menjadi korban dengan total kerugian Rp4,2 triliun,” kata Benny Wullur, kuasa hukum korban investasi bodong Fikasa Group, Jakarta, dikutip Sabtu (26/4/2024).

Selain untuk menyelamatkan uangnya, langkah ini merupakan perjuangan mencari keadilan. Pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan terdakwa Elly Salim, Christian Salim, Agung Salim, Bhakti Salim, serta Maryani dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). Di mana, mereka berasal PT WBN dan PT TGP, bagian dari Fikasa Group.

Menurut Yuni, salah satu korban investasi bodong Fikasa Group, harus menanggung kerugian sekitar Rp2 miliar. Dia kepincut membenamkan duitnya karena iming-iming keuntungan besar.

“Saya masuk Fikasa hampir dua tahun. Pada Maret 2020, mulai gagal bayar. Dan, Pak Agung Salim hanya bisa janji terus. Tidak pernah bayar, sampai saya pensiun dan kini lansia, duit saya tak kembali,” kata Yuni.

Demikian pula Crist Matius yang duitnya masuk Rp4,5 miliar, hanya bisa menyesali nasib. Dia hanya bisa berharap, dana yang diinvestasikan ke Fikasa Group bisa kembali utuh.

“Saya nasabah Fikasa hampir tiga tahun, ketika mau ambil dananya, tidak bisa. Saya bertemu Pak Agung Salim, hanya dibilang sanggup kembalikan. Kemudian bikin kesepakatan tapi sampai kini, tidak terealisasi,” ucapnya.

Rini Anggraini yang investasinya lebih dari Rp1 miliar, saat ini, sangat membutuhkan duit tersebut. “Mama saya sakit stroke, harus bayar sekolah anak, kami kesulitan. Dari pertama sampai saat ini, belum dibayar lebih dari Rp1 miliar,” ujar Rini.

 

Komentar