Wamen Stella: Literasi AI Penting agar Manusia Tidak Tergantikan oleh Mesin

Wamen Stella: Literasi AI Penting agar Manusia Tidak Tergantikan oleh Mesin


Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, menekankan pentingnya literasi kecerdasan artifisial (AI) bagi individu di era digital saat ini. Ia menegaskan bahwa dalam menghadapi perkembangan AI, kunci utama bukanlah menolak penggunaannya, melainkan memahami dan mampu menginterpretasikan hasil kerja AI secara kritis.

“Kalau kita punya literasi AI, kita bisa menginterpretasi segala sesuatu yang dikeluarkan AI dan memanfaatkannya. Bukan berarti kita tidak menggunakan AI, itu bukan pesan saya,” ujar Stella dalam orasi ilmiah di acara Wisuda Sarjana dan Pascasarjana Universitas YARSI Semester Ganjil Tahun Akademik 2024–2025, di Jakarta, Sabtu (…).

Stella menjelaskan, literasi AI mencakup kemampuan berpikir kritis, analitis, serta keterampilan memverifikasi atau memeriksa ulang data yang dihasilkan mesin. Kemampuan ini, menurutnya, sangat penting diterapkan dalam dunia pendidikan dan kehidupan sehari-hari yang kini semakin terhubung dengan teknologi berbasis AI.

Selain literasi, ia juga menekankan perlunya kemampuan membuat keputusan dan pengecualian secara bijak ketika berhadapan dengan AI. Ia mengingatkan bahwa AI, dengan kapasitas membaca data dan menyimpan memori yang jauh lebih besar daripada manusia, tidak seharusnya membuat manusia kehilangan peran pentingnya.

“Kalau tidak mau tergantikan AI, manusia harus memahami sesama manusia. Itulah kekuatan yang tidak bisa digantikan oleh mesin,” tegasnya.

Dalam pengembangan teknologi berbasis AI, seperti perancangan aplikasi, Stella mengingatkan bahwa sudut pandang pengguna manusia harus tetap menjadi prioritas. AI hanyalah alat bantu, bukan tujuan utama.

Perguruan tinggi, menurut Stella, memegang peran sentral dalam membekali mahasiswa dengan pemikiran riset, keahlian spesialisasi, dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan zaman. Ia menegaskan bahwa dunia pendidikan harus mampu mencetak sumber daya manusia yang tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memiliki kecerdasan sosial dan empati yang kuat.

“Masa depan bukan hanya soal menguasai teknologi, tetapi tentang bagaimana tetap menjadi manusia dalam dunia yang dikuasai mesin,” pungkas Stella.

Komentar