Usut Kasus PT ASDP, KPK Panggil Dirut PT Jembatan Nusantara Andi Mashuri

Usut Kasus PT ASDP, KPK Panggil Dirut PT Jembatan Nusantara Andi Mashuri


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama (Dirut) PT Jembatan Nusantara (JN) Andi Mashuri (AM) untuk menjalani pemeriksaan hari ini. Selain itu, bekas Dirut PT JN Sri Rahayu Lin Astuti (SRLA) turut dipanggil KPK.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama, AM dan SRLA,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (29/4/2025).

Keduanya dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus kerja sama usaha (KSU) di PT ASDP. Materi pokok pemeriksaan terhadap saksi akan diungkapkan oleh KPK nanti.

“Menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022,” ucap Tessa.

Sebelumnya, KPK telah resmi menahan tiga mantan dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry terkait dugaan korupsi dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP.

Ketiga tersangka tersebut adalah Ira Puspadewi (Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry periode 2017-2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020-2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019-2024).

“KPK melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap tiga orang mantan dewan direksi PT ASDP, yaitu IP, MYH, dan HMAC,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

Budi menjelaskan, demi kepentingan penyidikan lebih lanjut, ketiga tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan hingga 4 Maret 2025 di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK.
Pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie, turut ditetapkan sebagai tersangka, namun berhalangan hadir karena sakit.

Menurut Budi, perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara yang nilainya hampir mencapai Rp1 triliun.

“Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp893.160.000.000,00 (delapan ratus sembilan puluh tiga miliar seratus enam puluh juta rupiah),” ujar Budi.

Kronologi Kasus Korupsi ASDP

Pada 2014, Adjie selaku pemilik PT Jembatan Nusantara (PT JN) menawarkan kepada BUMN PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) (PT ASDP) untuk mengakuisisi PT JN. Namun, sebagian direksi dan dewan komisaris PT ASDP saat itu menolak dengan alasan kapal-kapal milik PT JN sudah tua, sementara PT ASDP lebih memprioritaskan pengadaan kapal baru.

Pada awal 2018, setelah Ira Puspadewi diangkat menjadi Direktur Utama PT ASDP, Adjie kembali menawarkan akuisisi PT JN. Pembahasan rencana akuisisi dan kerja sama usaha dilakukan dalam beberapa pertemuan di rumah Adjie maupun tempat lain. Pertemuan tersebut dihadiri Adjie, Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.

Pada 2019, PT JN secara tertulis menawarkan akuisisi kepada PT ASDP. Tawaran ini ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama usaha (KSU) antara kedua perusahaan pada 2019-2020, yang kemudian diperpanjang hingga 2022.

Pada 26 Juni 2019, PT ASDP dan PT JN menandatangani nota kesepahaman (MoU) Nomor MOU.30/HK.102/ASDP-2019 dan NG.5/B/04/JN/VIDIR-19. MoU ini ditandatangani oleh Ira Puspadewi dan Rudy Susanto, Direktur PT JN. Selanjutnya, pada 23 Agustus 2019, ditandatangani pula kontrak induk kerja sama usaha.

Pada 20 September 2019, Ira Puspadewi mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP terkait permohonan persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group, tanpa menyebutkan rencana akuisisi.
Namun, dalam surat lain kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019, Ira menyampaikan bahwa PT ASDP tengah menjajaki kemungkinan akuisisi kapal dengan melakukan kerja sama usaha terlebih dahulu. Komisaris Utama tetap tidak menyetujui rencana akuisisi tersebut.

Dalam pelaksanaan kerja sama usaha, PT ASDP memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan PT JN tampak lebih baik dan layak diakuisisi.

Pada 2020, setelah pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilakukan. Saat itu, PT ASDP belum memiliki pedoman internal terkait akuisisi. Ira Puspadewi lalu memerintahkan tim akuisisi untuk menyusun draf keputusan direksi tentang akuisisi.

Akuisisi kemudian dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020-2024 yang disahkan dewan komisaris baru. RJPP menyebutkan adanya rencana penambahan 53 kapal melalui kerja sama usaha.

Proses due diligence dilakukan sebelum Keputusan Direksi PT ASDP Nomor KD.30/HK.002/ASDP-2022 disahkan pada 7 Februari 2022. Tim akuisisi juga mengoordinasikan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan valuasi sesuai permintaan direksi.

Penilaian KJPP MBPRU terhadap 53 kapal PT JN menjadi faktor penting dalam menentukan nilai akuisisi. Namun, valuasi tersebut diketahui telah direkayasa untuk mendekati harga yang diinginkan Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun.

Salah satu dasar rekayasa tersebut adalah penggunaan umur kapal berdasarkan grosse akta dan builder’s certificate, yang berbeda dengan database International Maritime Organization (IMO GISIS), di mana banyak kapal PT JN sebenarnya berusia lebih tua.

Setelah beberapa kali negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun, terdiri dari Rp892 miliar untuk nilai saham (termasuk 42 kapal PT JN) dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi PT JN. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.

Akuisisi ini kemudian dituangkan dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 139 pada 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, transaksi tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp893,16 miliar.

Komentar