KPK Berpeluang Tetapkan Mbak Ita Cs sebagai Tersangka TPPU

KPK Berpeluang Tetapkan Mbak Ita Cs sebagai Tersangka TPPU


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang mengembangkan kasus suap, gratifikasi, dan pemerasan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang yang menjerat eks Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu alias Mbak Ita dan kawan-kawan, ke arah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Peluang itu muncul merespons fakta persidangan yang mengungkap aliran dana korupsi dari Ita kepada sejumlah pihak, mulai dari Gapensi hingga aparat penegak hukum (APH) yang disebut dengan kode “Vitamin”.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika mengatakan pihaknya masih menunggu laporan lengkap dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk mengumpulkan bukti yang terungkap dalam persidangan.

“Ya nanti kita akan melihat lagi semua fakta sidang, dan tentunya Jaksa Penuntut Umum akan memiliki kewenangan untuk melaporkan dan membuat laporan perkembangan penuntutan,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (30/4/2025).

Lebih lanjut, Tessa menjelaskan bahwa laporan dari jaksa akan dibahas bersama pimpinan KPK dan penyidik. Fakta persidangan baru akan dievaluasi setelah seluruh rangkaian sidang selesai digelar.

“Dan itu bisa dilaporkan kepada pimpinan. Jadi kita perlu melihat fakta sidang secara utuh terlebih dahulu,” ucapnya.

Pengembangan ke arah TPPU akan diputuskan berdasarkan kelengkapan dan kekuatan alat bukti yang tersedia.

“Kalau nanti sudah ada atau menjelang selesai, tentunya nanti bisa dilihat mana perkara-perkara yang memang atau mana calon alat bukti yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sebuah perkara,” jelas Tessa.

Sebelumnya diberitakan, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/4/2025), terungkap adanya aliran dana kepada aparat penegak hukum yang disebut sebagai ‘vitamin’. Fakta ini diungkapkan oleh saksi Eko Yuniarto yang merupakan mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang.

Eko mengungkapkan bahwa uang berasal dari Martono (Ketua Gapensi Kota Semarang), kemudian disalurkan melalui dirinya dan eks Camat Gajahmungkur, Ade Bhakti.

“Yang ke kejaksaan itu lewat kasi intel, kalau untuk Polrestabes Semarang lewat Kanit Tipikor,” ujar Eko saat bersaksi di hadapan majelis hakim.

Menurut Eko, dirinya dan Ade hanya bertugas mengantar dana tersebut, sementara koordinasi dengan aparat dilakukan oleh Martono.

“Saya cuma disuruh menyerahkan. Yang kontak-kontak sama mereka Pak Martono,” katanya.

Dalam persidangan juga muncul dugaan aliran dana ke Kodim, namun Eko membantah ikut menyerahkan dana tersebut.

Sebagaimana diketahui, Hevearita dan suaminya, Alwin Basri saat ini sedang diadili atas dugaan menerima suap dan gratifikasi dengan total nilai mencapai Rp9 miliar. Keduanya didakwa dengan tiga dakwaan terpisah.

Dakwaan pertama menyebutkan keduanya menerima fee proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar di bawah Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun 2023. Fee tersebut diberikan oleh Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, dan Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.

Dakwaan kedua menyebut pasangan ini memotong insentif pegawai yang bersumber dari pajak dan tambahan penghasilan di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

Sementara dalam dakwaan ketiga, mereka dituduh menerima gratifikasi terkait proyek pengadaan langsung di 16 kecamatan se-Kota Semarang.

Atas perbuatannya, Mbak Ita dan Alwin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, Pasal 12 huruf f, serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komentar