Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua perusahaan konsultan yang memberikan hasil uji tuntas (due diligence) dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada 2019–2022.
Pihak yang diperiksa adalah Endra Supriyanto, penilai dari Kantor Jasa Penilai Publik Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan Rekan (KJPP MBPRU), serta Bestari Nirmala Santi, Manajer PT Prima Wahana Caraka (PwC).
“Penyidik mendalami hasil due diligence yang dikeluarkan oleh pihak konsultan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (11/5/2025).
Sebagai informasi, due diligence atau uji tuntas adalah proses pemeriksaan mendalam yang dilakukan sebelum suatu perusahaan mengambil keputusan bisnis besar seperti merger, akuisisi, atau investasi signifikan. Tujuannya untuk mengidentifikasi, memverifikasi, dan mengawasi berbagai aspek perusahaan agar keputusan yang diambil didasarkan pada data valid.
Namun, berdasarkan konstruksi perkara yang disampaikan KPK, valuasi KJPP MBPRU terhadap 53 kapal milik PT JN diduga direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan Adjie, pemilik PT JN, yaitu sekitar Rp2 triliun. Rekayasa dilakukan dengan menggunakan data usia kapal berdasarkan grosse akta dan builder’s certificate, yang berbeda dengan data dari IMO GISIS. Padahal, kapal-kapal PT JN diketahui banyak yang berusia lebih tua.
Sebelumnya, KPK telah menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama, yaitu Ira Puspadewi (Direktur Utama 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan 2020–2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan 2019–2024).
Ketiganya ditahan selama 20 hari ke depan hingga 4 Maret 2025 di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK. Sementara itu, Adjie selaku pemilik PT JN juga telah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum hadir dalam pemeriksaan dengan alasan kesehatan.
Konstruksi Perkara
Kasus ini bermula pada 2014 saat Adjie menawarkan akuisisi PT JN kepada PT ASDP. Tawaran ini sempat ditolak oleh sebagian direksi dan komisaris ASDP karena menilai kapal-kapal PT JN sudah tua, sementara ASDP memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Namun, setelah Ira Puspadewi diangkat menjadi Direktur Utama pada awal 2018, Adjie kembali mengajukan tawaran. Rencana ini dibahas dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie, yang dihadiri oleh Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Pada 2019, PT JN mengajukan penawaran akuisisi secara tertulis. Hal ini ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama usaha (KSU) untuk periode 2019–2020 yang kemudian diperpanjang hingga 2022.
Nota kesepahaman (MoU) ditandatangani pada 26 Juni 2019 antara Ira Puspadewi dan Rudy Susanto (Direktur PT JN). Kemudian, pada 23 Agustus 2019, kontrak induk KSU juga diteken.
Pada 20 September 2019, Ira mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama dengan PT JN Group, namun tidak menyebutkan rencana akuisisi. Dalam surat kepada Menteri BUMN tanggal 11 Oktober 2019, Ira menyatakan bahwa ASDP menjajaki akuisisi kapal dengan memulai KSU terlebih dahulu. Meski begitu, dewan komisaris tetap menolak.
Dalam pelaksanaan KSU, kapal-kapal milik PT JN diprioritaskan digunakan oleh ASDP agar kinerja keuangan PT JN terlihat layak diakuisisi.
Setelah pergantian dewan komisaris pada 2020, pembahasan akuisisi kembali dilakukan meski saat itu ASDP belum memiliki pedoman internal terkait proses akuisisi. Ira pun memerintahkan timnya menyusun draf keputusan direksi mengenai hal tersebut.
Rencana ini dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024 yang disahkan oleh dewan komisaris baru. RJPP mencantumkan rencana penambahan 53 kapal melalui KSU.
Proses due diligence dilakukan sebelum Keputusan Direksi PT ASDP Nomor KD.30/HK.002/ASDP-2022 diteken pada 7 Februari 2022. Tim akuisisi melibatkan KJPP untuk melakukan valuasi sesuai permintaan direksi.
Namun, seperti dijelaskan sebelumnya, valuasi terhadap 53 kapal PT JN diduga direkayasa agar mendekati angka Rp2 triliun. Rekayasa dilakukan dengan menyajikan data usia kapal yang tidak sesuai dengan data internasional.
Setelah melalui negosiasi, nilai akuisisi disepakati sebesar Rp1,272 triliun, terdiri dari Rp892 miliar untuk saham (termasuk 42 kapal PT JN) dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi ini dituangkan dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 139 pada 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut menimbulkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp893,16 miliar.