Dua Kali Ganjar Hadiri Sidang, Balas Jasa atas Bantuan Hasto di Pencapresan?

Dua Kali Ganjar Hadiri Sidang, Balas Jasa atas Bantuan Hasto di Pencapresan?


Sudah dua kali Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah DPP PDIP Ganjar Pranowo menghadiri sidang kasus yang menyeret Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Politikus berambut putih itu terakhir terlihat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Kamis (8/5/2025).

Muncul dugaan kehadirannya sebagai bentuk kesetiaan dan balas jasa atas peran Hasto yang membantunya maju dalam pencapresan Pilpres 2024.

“Jadi atas hal ini, selayaknya tidak perlu ada solidaritas. Kecuali jika selama ini mereka yang datang memang menikmati akses dan kebermanfaatan posisi Hasto sebagai Sekjen partai. Termasuk jika ada keuntungan atau manfaat finansial yang mereka terima dari Hasto,” kata Direktur Trust Indonesia, Ahmad Fadhli kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (12/5/2025).

Dia menyayangkan kehadiran sejumlah politikus PDIP dalam persidangan. Adapun nama yang hadir selain Ganjara, di antaranya, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, Ribka Tjiptaning, Adian Napitupulu, I Wayan Sudirta, Djarot Saiful Hidayat.

Fadhli menilai kehadiran para politikus PDIP tersebut sebagai bentuk solidaritas yang salah. Karena Hasto bukan korban kriminalisasi. Ironisnya, ada kejadian tak terpuji seperti yang terjadi dalam sidang Kamis (24/4/2025).

Saat skorsing berlangsung, terjadi ketegangan antara Ribka Tjiptaning dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ribka yang berada di ruang sidang mendekati saksi, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Jaksa yang melihat hal itu memperingatkan Ribka agar tidak berbicara dengan saksi. Namun, Ribka justru menantang JPU untuk duel.

“Kedatangan mereka sebenarnya harus dimaknai sebagai bentuk solidaritas mereka yang percaya bahwa Hasto adalah korban kriminalisasi. Padahal jelas bahwa Hasto tidak dikriminalisasi. Hasto justru sedang menanggung ulahnya sendiri yang meraup keuntungan pribadi dengan menjual kewenangannya sebagai Sekjen PDIP,” ucapnya.

Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 2020. Ia juga diduga memerintahkan stafnya, Kusnadi, membuang ponsel saat dirinya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Juni 2024.

Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut diduga diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio Fridelina.

Menurut jaksa, uang suap itu diberikan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Komentar