Komaruddin Hidayat Resmi Jabat Ketua Dewan Pers, Komdigi Ingatkan Tantangan Era Digital dan AI

Komaruddin Hidayat Resmi Jabat Ketua Dewan Pers, Komdigi Ingatkan Tantangan Era Digital dan AI


Cendekiawan Prof Komaruddin Hidayat resmi terpilih sebagai Ketua Dewan Pers periode 2025–2028, menggantikan Ninik Rahayu. Komaruddin bersama sembilan anggota Dewan Pers yang baru dihadapkan pada tantangan besar: menjaga kebebasan pers di tengah disrupsi digital, serangan terhadap jurnalis, serta ancaman manipulasi informasi yang diperparah oleh kemajuan kecerdasan buatan (AI).

“Arus informasi saat ini seperti air bah. Kalau dulu jurnalis mengejar narasumber, sekarang justru banjir informasi datang dari berbagai arah. Tantangan terbesar kita adalah menyeleksi dan menjaga kewarasan publik dari derasnya informasi yang belum tentu benar,” kata Komaruddin saat serah terima jabatan di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan, algoritma media sosial yang mempengaruhi preferensi informasi publik membuat publik semakin rentan terdikte narasi palsu dan hoaks. Dewan Pers, kata Komaruddin, harus menjadi benteng etik sekaligus pendidik publik untuk memilah kebenaran di tengah derasnya arus informasi.

Kebebasan Pers Indonesia Memburuk, Kekerasan terhadap Jurnalis Tinggi

Realitas yang dihadapi Dewan Pers jauh dari ringan. Berdasarkan laporan Reporters Without Borders (RSF) 2025, kebebasan pers di Indonesia memburuk ke peringkat 127, turun dari posisi 111 pada 2024. Kasus kekerasan terhadap jurnalis, baik fisik maupun digital, juga terus meningkat.

Data AJI Indonesia pada Maret 2025 menyebut, 75,1 persen jurnalis pernah mengalami kekerasan, termasuk 87 persen jurnalis perempuan yang mengalami kekerasan seksual di ruang digital.

Mantan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam pidato perpisahannya, menyebutkan tantangan terberat Dewan Pers masih berputar di empat isu yang sebelumnya ditekankan mendiang Prof Azyumardi Azra: menjaga Dewan Pers sebagai mitra kritis pemerintah, memperjuangkan kemerdekaan pers, meningkatkan kompetensi jurnalis, dan memikirkan kesejahteraan jurnalis.

“Empat hal ini tetap menjadi garis panutan. Tapi perlindungan terhadap jurnalis yang menjadi korban kekerasan belum terpenuhi secara sistematis. Kita masih membutuhkan satuan tugas nasional perlindungan jurnalis,” tegas Ninik.

Meutya Hafid Ingatkan Ancaman AI dan PHK Massal di Media

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid yang hadir dalam acara itu menegaskan, tantangan jurnalisme semakin berat di era AI dan disrupsi digital.

“Dengan teknologi AI, kita akan semakin sulit membedakan mana yang betul dan mana yang palsu. Tantangan menjadi lebih besar,” kata Meutya.

Ia juga menyoroti pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri media, yang bukan hanya soal bisnis, tapi berpotensi menggerus demokrasi dan hak publik atas informasi yang akurat.

“Ini PR kita bersama. Kita harus menjaga ketahanan ekosistem pers agar mampu bertahan di tengah tsunami disrupsi teknologi,” ucap Meutya.

Tantangan Dewan Pers Baru: Lebih dari Sekadar Etik

Dengan situasi yang memburuk, publik berharap kepemimpinan Komaruddin Hidayat dan anggota Dewan Pers periode 2025–2028 mampu membawa langkah konkret, bukan sekadar mengulang jargon etik dan verifikasi.

Selain Komaruddin, komposisi Dewan Pers yang baru diisi oleh Abdul Manan, Dahlan Dahi, M Busyro Muqoddas, Maha Eka Swasta, Muhammad Jazuli, Rosarita Niken Widiastuti, Totok Suryanto, dan Yogi Hadi Ismanto, mewakili unsur wartawan, pimpinan perusahaan pers, dan tokoh masyarakat.

Komentar