Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Agus Zainal Arifin menyatakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR, ia menjelaskan bila murid Sekolah Rakyat adalah mereka yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
“Perlu saya sampaikan, murid yang harus belajar di sini (Sekolah Rakyat), hanya dibatasi bagi keluarga miskin ekstrem dan miskin,” ujar Agus saat rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
Ia juga menyebut, mereka yang lolos seleksi utamanya pada seleksi administrasi, tidak hanya dilihat dari kecerdasan atau kemampuan akademik semata sehingga bagi siswa yang IQ-nya hanya 80 misalnya, tetap diterima.
“Mungkin seleksi yang agak beda sedikit adalah tentang kesehatan, karena memang jangan sampai ada yang punya penyakit menular kemudian sekolah di sini. Bukan ditolak, menurut arahan Presiden Prabowo, agar diberi perawatan dan bekerja sama dengan kementerian kesehatan,” ucapnya.
Ia menuturkan Sekolah Rakyat merupakan gagasan dari Presiden Prabowo untuk memuliakan warga miskin dan memfasilitasi kebangkitan wong cilik.
Terdapat dua instruksi presiden (inpres) berkenaan dengan program ini, yaitu Inpres Nomor 4 Tahun 2025 tentang data tunggal sosial dan ekonomi nasional (DTSEN) yang dikelola oleh BPS, dan Inpres Nomor 8 tentang optimalisasi pelaksana pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem.
“Pada Inpres Nomor 8 Tahun 2025 ini, Kemensos diberi tugas untuk membentuk dan menyelenggarakan Sekolah Rakyat berasrama bagi masyarakat miskin dan miskin ekstrem,” ungkap Agus.
Pada Inpres ini, lanjut dia, juga dijelaskan tentang tugas dari Kementerian/Lembaga yang lain termasuk daerah misalnya tentang penyediaan guru, tenaga pendidik dan siswa.
“Untuk program Sekolah Rakyat ini dibebankan kepada Kemendikdasmen, kemudian penyediaan guru dan tendik dalam hal karakter dibebankan ke Kementerian Agama, KemenPAN-RB, BKN dan sebagainya,” tandasnya.