Zarof Akui Kenalkan Pengacara Ronald Tannur ke Eks Ketua PN Surabaya

Zarof Akui Kenalkan Pengacara Ronald Tannur ke Eks Ketua PN Surabaya


Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengakui pernah memperkenalkan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, kepada mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono.

Namun, Zarof membantah bahwa perkenalan itu bertujuan untuk memuluskan suap dalam pengkondisian perkara Ronald Tannur agar divonis bebas di PN Surabaya.

Zarof dihadirkan sebagai saksi fakta dalam sidang dengan terdakwa Rudi Suparmono yang didakwa menerima suap dan gratifikasi. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengonfirmasi isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Zarof saat diperiksa oleh penyidik Jampidsus Kejagung. Dalam BAP tersebut, Zarof disebut mengakui memperkenalkan Lisa kepada Rudi untuk memuluskan pengkondisian perkara agar Ronald Tannur dibebaskan oleh PN Surabaya.

“Hal tersebut saya ketahui karena sejak awal saudari Lisa meminta kepada saya untuk mengenal Ketua PN Surabaya, berikut menyampaikan keinginannya agar pada pemeriksaan persidangan tingkat satu di PN Surabaya perkara itu dapat diputuskan bebas,” kata jaksa membacakan BAP dan mengonfirmasi kepada Zarof.

“Tidak ada itu,” jawab Zarof membantah.

Zarof menjelaskan bahwa saat diperiksa penyidik Jampidsus Kejagung, dirinya dalam kondisi tertekan karena diperiksa hampir 24 jam tanpa henti dari pagi ke pagi.

Zarof juga menyatakan telah meminta izin terlebih dahulu kepada Rudi sebelum memberikan kontak Rudi kepada Lisa. Ia menegaskan tidak mengetahui lebih lanjut komunikasi antara Lisa dan Rudi terkait perkara Ronald Tannur.

“Saya nggak tahu, kalau itu. Waktu itu saya diperiksa sampai pagi terus. Tapi kalau saya bicara itu, saya cuma bilang dan boleh ditanyakan oleh Pak Rudi bahwa saya mau kenalkan dengan Pak Rudi via WA saja. WA saya bilang, ‘Nih Pak Rudi, izin nomor HP yang mau kenalan dengan Bapak.’ Setelah itu saya tidak pernah lagi komunikasi dengan Pak Rudi maupun dengan Bu Lisa,” jelas Zarof.

Jaksa kembali menanyakan alasan Zarof mengakui hal tersebut dalam BAP. Zarof menjawab bahwa pemeriksaan dilakukan hingga larut malam sehingga ia akhirnya menyetujui seluruh pertanyaan penyidik.

“Kami kembali lagi, terkait dengan keterangan tadi, saksi kan dilakukan pemeriksaan penyidik. Pada waktu diperiksa itu apakah ada tekanan?” tanya jaksa.

“Sangat,” jawab Zarof.

“Pada waktu itu?” lanjut jaksa.

“Iya, sangat, karena udah sampai tengah malam,” kata Zarof.

“Maksudnya tekanan seperti apa, Pak?” tanya jaksa.

“Ya ini begini kan, ini begini gitu kan. Kemudian terserahlah saya bilang, saya ikut aja,” ucap Zarof.

“Tapi setelah itu saksi baca lagi BAP, saksi paraf, kemudian saksi tanda tangan?” tanya jaksa.

“Izin langsung saya tanda tangan, saya paraf aja,” jawab Zarof.

Sebelumnya, Rudi Suparmono didakwa menerima suap sebesar SGD 43.000 atau setara dengan Rp540 juta.

JPU Kejagung menyebut suap itu diberikan oleh pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan mengatur putusan bebas terhadap Ronald Tannur di PN Surabaya.

Dalam konstruksi perkara, jaksa mengungkap Rudi berperan aktif dalam penunjukan majelis hakim untuk menangani perkara pidana Ronald Tannur, sesuai permintaan Lisa Rachmat.

Rudi kemudian memerintahkan Wakil Ketua PN Surabaya, Dju Johnson Mira Mangngi, untuk menerbitkan penetapan penunjukan majelis hakim dalam perkara Nomor: 454/Pid.B/2024/PN SBY atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Majelis hakim tersebut terdiri dari Erintuah Damanik sebagai Ketua Majelis, Mangapul dan Heru Hanindyo sebagai hakim anggota.

Atas perbuatannya, Rudi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sementara itu, majelis hakim yang ditunjuk oleh Rudi telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Tipikor PN Jakarta Pusat pada Kamis (8/5/2025). Erintuah Damanik dan Mangapul masing-masing dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Sedangkan Heru Hanindyo divonis 10 tahun penjara. Ketiganya juga dikenai denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Selain suap, Rudi juga didakwa menerima gratifikasi dalam berbagai mata uang asing. Jika dikonversi ke dalam kurs rupiah saat ini, totalnya mencapai Rp21.965.346.416,44 (Rp21,9 miliar).

Menurut jaksa, gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut dianggap sebagai suap karena tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tenggat waktu 30 hari. Selain itu, Rudi juga tidak mencantumkan penerimaan uang tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Atas dugaan itu, Rudi didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.
 

Komentar