Ribuan orang, Rabu (4/6/2025) berkumpul membentuk rantai manusia di sekitar parlemen Inggris, menuntut sanksi segera terhadap Israel dan penghentian total pengiriman senjata ke negara zionis itu di tengah perang yang masih berlangsung di Gaza.
Para demonstran saling berpegangan tangan dan mengenakan pakaian berwarna merah melambangkan darah warga Palestina yang dibunuh pasukan Israel sejak Oktober 2023. Aksi protes tersebut mengecam dukungan pemerintah Inggris terhadap Israel, dengan menyatakannya sebagai pelanggaran batas merah.
Demonstrasi tersebut bertepatan dengan perdebatan parlemen mengenai rancangan undang-undang yang diperkenalkan anggota parlemen independen Jeremy Corbyn yang menyerukan penyelidikan penuh, publik, dan independen terhadap peran Inggris dalam serangan militer Israel di Gaza.
Dalam komentarnya kepada The New Arab (TNA), Corbyn menyatakan harapannya terhadap dukungan yang cukup untuk meloloskan RUU tersebut. “Banyak dari kita yang tetap muak dengan berlanjutnya pasokan komponen untuk program jet tempur F-35,” katanya.
“Saya terkejut pemerintah secara terbuka mengakui membuat ‘pengecualian’ terhadap penangguhan sebagian. Apakah ini melanggar kewajiban hukumnya untuk mencegah genosida? Satu hal yang jelas: pemerintah ini masih memasok senjata ke negara yang pemimpinnya dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional atas kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.
Pemimpin bersama Partai Hijau dan anggota parlemen Sian Berry, yang bergabung dalam protes bersama anggota partai lainnya, menyatakan dukungannya terharap RUU Corbyn dan segala upaya parlemen untuk mengakhiri perang. “Sangat penting bagi pemerintah untuk mendengarkan dan mematuhi hukum internasional guna mencegah genosida di Gaza. Ini termasuk penerapan sanksi, pelarangan ekspor senjata, dan penarikan investasi,” katanya.
Sebuah jajak pendapat oleh Opinium Research yang dirilis untuk Kampanye Solidaritas Palestina Inggris menunjukkan dukungan publik yang kuat terhadap larangan perdagangan senjata, sanksi terhadap menteri Israel, pemboikotan barang-barang Israel di toko-toko besar, dan pengusiran Israel dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Jajak pendapat menemukan bahwa 57 persen mendukung embargo senjata total terhadap Israel, 53 persen mendukung pengusiran Israel dari PBB, dan 50 persen mendukung pemboikotan semua produk Israel. “Sudah saatnya pemerintah kita mendengarkan rakyat Inggris dan menghukum Israel sekarang,” kata kampanye tersebut dalam sebuah pernyataan.
Dalam beberapa minggu terakhir, telah terjadi beberapa unjuk rasa di sekitar parlemen Inggris di Westminster yang menuntut embargo senjata terhadap Israel. Awal minggu ini, para aktivis berkumpul dan membacakan nama-nama ribuan warga Palestina yang terbunuh dalam operasi Israel. Acara tersebut berlangsung selama 18 jam dan melibatkan partisipasi dari para artis Inggris seperti aktor-komedian Steve Coogan dan aktris Juliet Stevenson.
Secara terpisah, Steve Weatherden, Anggota Parlemen untuk Montgomeryshire dan Glyndŵr, mengadakan debat parlemen mengenai penjualan senjata Inggris ke Israel, menyerukan pemerintah untuk menangguhkan semua ekspor senjata. Selama debat, Weatherden menggambarkan Gaza sebagai “rumah pembantaian” dan menuduh pemerintah Inggris membiarkan senjata mengalir ke Israel untuk melancarakan tindakan genosidanya.
Ia juga mengkritik kurangnya transparansi mengenai volume ekspor militer Inggris ke Israel, khususnya komponen untuk program jet tempur F-35, dan mendesak para menteri mengklarifikasi kondisi yang akan menghentikan ekspor lebih lanjut.
Minggu lalu, lebih dari 800 pengacara, akademisi, dan hakim senior yang sudah pensiun, termasuk mantan hakim Mahkamah Agung, menulis surat kepada pemerintah Inggris menyerukan sanksi terhadap pemerintah Israel dan para menterinya, serta penangguhan keanggotaan Israel di PBB untuk menegakkan “kewajiban hukum internasional dasar”.
Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, Israel telah menewaskan lebih dari 61.700 warga Palestina dan menghancurkan seluruh wilayah di Jalur Gaza. Perang tersebut telah menimbulkan malapetaka pada sektor perawatan kesehatan di Jalur Gaza, dengan sebagian besar pusat kesehatan dan rumah sakit di daerah kantong itu kini hancur total atau hanya berfungsi sebagian.