Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan komitmennya untuk menjaga kelestarian kawasan hutan di wilayah Indonesia khususnya Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hal ini menyikapi viralnya dugaan eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Ade Triaji Kusumah, menyampaikan bahwa Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni telah memberikan arahan tegas untuk tidak menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) baru di Raja Ampat.
Hingga saat ini, tercatat terdapat dua PPKH yang telah diterbitkan di wilayah Raja Ampat, masing-masing pada tahun 2020 dan tahun 2022. Keduanya didasarkan pada perizinan di sektor pertambangan, berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan persetujuan lingkungan yang berlaku saat itu.
“Sebagai bentuk respons atas kekhawatiran terhadap potensi degradasi lingkungan di kawasan bernilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat, Menteri Kehutanan telah menginstruksikan penghentian sementara penerbitan PPKH baru. Intinya yang baru kita hentikan, yang lama kita evaluasi dan awasi ketat.” ujar Ade Triaji Kusumah dalam keterangan persnya, Kamis (5/6/2025).
Dia menjelaskan, Raja Ampat merupakan ekosistem yang sangat kaya secara ekologis dan memiliki nilai budaya tinggi. Karena itu, Kementerian Kehutanan akan memprioritaskan perlindungan kawasan ini.
Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam pelestarian keanekaragaman hayati dan penguatan peran masyarakat adat serta lokal sebagai penjaga hutan yang berkelanjutan.
“Kami juga akan terus memperkuat koordinasi dengan instansi terkait, pemerintah daerah, serta masyarakat sipil agar setiap bentuk pembangunan di Raja Ampat dapat berlangsung secara berkelanjutan dan tidak mengancam kelestarian lingkungan,” pungkas Ade.
Sebelumnya, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik menyoroti maraknya tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“Saat ini, Raja Ampat yang kita kenal sebagai tempat wisata alam terbaik yang ada di Indonesia dalam kondisi terancam (aktivitas tambang nikel),” kata Kiki dalam video singkat yang diunggah dari akun Instagram Greenpeace, Minggu (1/6/2025).
Greenpeace menyebutkan, hampir seluruh pulau di Raja Ampat, termasuk pulau-pulau kecil, diberikan izin nikel atau izin ekspolitasi. “Seolah-olah perusahaan ini melakukan aktivitas konservasi, tapi kalau kita lihat aktivitas pembukaannya justru dia merusak habitat yang lebih luas,” demikian narasi Greenpeace.
Aktivitas tambang nikel diketahui merambah Pulau Kawe, Pulau Gag, hingga Pulau Manuran. Kondisi ini perlahan merusak ekosistem laut dan darat. Lubang-lubang tambang mengancam keanekaragaman hayati Raja Ampat.
“Kini, Raja Ampat ada di persimpangan jalan: mau tetap mempertahankan keindahan alamnya, atau harus jadi korban kerakusan tambang,” kata Kiki.