Guru Besar Unsoed: Permendikbud Pintu Masuk Usut Keterlibatan Nadiem di Korupsi Chromebook

Guru Besar Unsoed: Permendikbud Pintu Masuk Usut Keterlibatan Nadiem di Korupsi Chromebook


Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menggunakan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang ditandatangani eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai bukti permulaan untuk menelusuri dugaan keterlibatan Nadiem dalam pengondisian proyek pengadaan laptop Chromebook yang disinyalir berbau rasuah.

“Ya, saya kira itu sebagai salah satu untuk sana. Kenapa ada aturan seperti itu. Kan namanya korupsi itu juga bisa berbasis pada aspek legalisme yang dibuat untuk menentukan ke arah sana. Jadi mengarah pada aturan-aturan yang sudah ditentukan,” kata Hibnu saat dihubungi Inilah.com, Senin (9/6/2025).

Hibnu menjelaskan bahwa Permendikbud tersebut dapat menjadi indikasi adanya perintah dari Nadiem kepada staf khususnya. Terlebih, Kejagung saat ini tengah mencari aktor intelektual di balik dugaan permufakatan jahat dalam penyusunan kajian teknis proyek pengadaan laptop. Kajian tersebut diduga diarahkan untuk memilih sistem operasi Chrome OS, meski sebelumnya direkomendasikan menggunakan sistem operasi Windows.

“Padahal aturan itu sudah mungkin ya dalam implementasinya tidak bisa dilaksanakan. Awalnya proper ke Windows karena Chrome OS memiliki masalah kondisi sinyal dan lain sebagainya,” jelas Hibnu.

Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 yang diteken pada 10 Februari 2021, mengatur petunjuk operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik bidang pendidikan. Pada Juli 2021, Kementerian menyebut regulasi ini menjadi dasar pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sekolah. Dalam beleid itu, spesifikasi laptop yang direkomendasikan salah satunya harus menggunakan sistem operasi Chrome OS alias Chromebook.

Sementara itu, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung terus mengumpulkan bukti terkait dugaan keterlibatan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus korupsi proyek Chromebook. Pekan lalu, Kejagung memanggil 28 saksi, termasuk tiga mantan staf khusus Nadiem: Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (I).

“Satu minggu ini akan fokus dalam pemeriksaan. Yang pertama, pemeriksaan saksi-saksi direncanakan dari 28 orang itu. Dalam satu minggu ini akan didalami terus untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana ini,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).

Pemeriksaan ini bertujuan mendalami siapa pihak yang diduga menjadi dalang dalam penyusunan kajian teknis. Kajian tersebut mengarahkan pengadaan laptop berbasis Chrome OS, padahal sebelumnya direkomendasikan Windows.

Pemanggilan Fiona, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief dimaksudkan untuk menggali apakah kajian tersebut disusun atas perintah pihak lain atau inisiatif pribadi.

“Lalu akan dilihat kapasitas mereka seperti apa. Apakah mereka memang orang yang berkapasitas untuk melakukan analisis. Lalu analisis itu apakah murni dari pandangan pendapat mereka atau karena ada perintah atau pesanan, misalnya,” tambah Harli.

Ketiga mantan stafsus itu dijadwalkan diperiksa pada awal Juni: Fiona pada 2 Juni, Jurist Tan pada 3 Juni, dan Ibrahim Arief pada 4 Juni 2025. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta Selatan.

Namun, ketiganya mangkir dari pemanggilan. Kejagung pun mengajukan permohonan pencegahan ke luar negeri kepada Ditjen Imigrasi pada 4 Juni 2025 agar mereka bersikap kooperatif dalam pemeriksaan.

Kronologi Perkara

Sebelumnya, penyidik Jampidsus telah menggeledah rumah Ibrahim Arief di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, pada Jumat (23/5/2025), dan menyita sejumlah barang bukti elektronik, termasuk laptop dan ponsel. Penggeledahan juga dilakukan di dua apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan pada Rabu (21/5/2025). Dari sana, penyidik menyita 24 barang bukti: sembilan perangkat elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, dan buku agenda.

Sebagaimana diketahui, Kejagung telah meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Program ini digagas saat Nadiem menjabat sebagai menteri.

Berdasarkan konstruksi perkara yang diungkap Harli, pada 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan perangkat TIK untuk jenjang pendidikan dasar hingga atas guna mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menunjukkan banyak kendala. Chromebook hanya optimal jika didukung jaringan internet stabil, sementara infrastruktur internet di banyak wilayah Indonesia saat itu belum merata.

Kajian awal berupa Buku Putih yang disusun Tim Teknis awalnya merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, belakangan rekomendasi itu berubah menjadi Chrome OS, yang diduga tidak mencerminkan kebutuhan riil.

Penyidik menduga telah terjadi permufakatan jahat, dengan tim teknis diarahkan menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook.

Total anggaran pengadaan perangkat TIK dalam program ini mencapai Rp9,98 triliun, terdiri dari Rp3,58 triliun dari anggaran Kemendikbudristek dan Rp6,39 triliun dari DAK.

“Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada JAM PIDSUS menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” ujar Harli, Senin (26/5/2025).
 

Komentar