Swedia-Belanda Desak Uni Eropa Jatuhkan Sanksi kepada Pejabat Israel

Swedia-Belanda Desak Uni Eropa Jatuhkan Sanksi kepada Pejabat Israel


Swedia dan Belanda mendesak Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi kepada anggota kabinet Israel terkait perang di Jalur Gaza. Kedua negara bergabung dengan sejumlah negara Eropa lainnya yang dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan sikap yang semakin keras terhadap Israel.

Mengutip Anadolu Agency, Sabtu (14/6/2025), pejabat dari Swedia dan Belanda mengusulkan tindakan terhadap figur-figur garis keras dalam pemerintahan Israel pada pertemuan para diplomat tinggi Eropa baru-baru ini, menurut sumber yang mengetahui pertemuan itu dan meminta anonimitas karena membahas isu sensitif.

Swedia dan Belanda juga bergabung dengan Spanyol, Finlandia, Luksemburg, dan Irlandia dalam mendorong sanksi tambahan terhadap para pemukim Yahudi yang dianggap bertanggung jawab atas kekerasan di Tepi Barat, kata sumber yang sama.

Diskusi ini berlangsung sebelum Israel meluncurkan serangan udara ke berbagai wilayah di Iran pada Jumat (13/6/2025) pagi, menargetkan fasilitas nuklir dan menewaskan sejumlah komandan militer senior –sebuah eskalasi besar yang dapat memicu perang berskala luas di Timur Tengah.

Usulan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pejabat Israel ini muncul di tengah isolasi internasional yang semakin dalam terhadap Israel, seiring sikap keras berbagai pemimpin dunia terhadap negara tersebut.

Rencana tersebut akan dibahas dalam pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa pada 23 Juni mendatang, menjelang pertemuan puncak para pemimpin di Brussels akhir bulan ini.

Dorongan ini mengikuti langkah terkoordinasi dari Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Norwegia yang telah menjatuhkan sanksi terhadap dua menteri Israel –Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich– karena dianggap menghasut kekerasan terhadap komunitas Palestina. Inggris menjatuhkan sanksi terhadap kedua menteri tersebut secara personal.

Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp, dalam pernyataannya di parlemen pada Kamis (12/6/2025), mengatakan tidak menutup kemungkinan dukungan terhadap sanksi Uni Eropa terhadap para menteri Israel, namun menekankan pentingnya menunggu hasil diskusi dalam pertemuan 23 Juni dan menghindari usulan yang tidak mendapat dukungan bulat.

Pada Jumat, juru bicara Veldkamp menolak memberikan komentar tambahan. Komisi Eropa dan Kementerian Luar Negeri Swedia juga belum menanggapi permintaan komentar.

Meski sebagian besar negara anggota Uni Eropa memperkeras sikap mereka terhadap Israel dalam beberapa waktu terakhir, usulan sanksi masih menghadapi penolakan dari beberapa negara dalam blok yang beranggotakan 27 negara tersebut.

Pejabat Prancis, menurut sumber yang mengetahui diskusi internal, berpendapat bahwa sanksi bisa menjadi kontra-produktif, terutama di tengah upaya Paris dan Arab Saudi menggalang dukungan internasional untuk pengakuan negara Palestina. Hongaria, yang merupakan sekutu dekat Israel, juga berupaya menahan tekanan terhadap Tel Aviv dari dalam blok.

Sebagai alternatif, Prancis bersama Italia, Belgia, dan beberapa negara lainnya lebih memilih meninjau kembali EU-Israel Association Agreement –sebuah perjanjian kerja sama politik dan ekonomi yang mulai berlaku pada tahun 2000 dan mengharuskan kedua belah pihak menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar Israel. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), nilai perdagangan antara keduanya mencapai US$47 miliar pada tahun lalu. Perubahan kebijakan perdagangan diperkirakan akan berdampak signifikan pada perekonomian Israel, yang kini tengah tertekan akibat perang.

Meskipun ada perbedaan pandangan mengenai bentuk sanksi yang mungkin dijatuhkan, sejumlah sekutu terdekat Israel di Eropa pun kini mulai bersuara keras terhadap perang di Gaza, yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut dan menyebabkan krisis kemanusiaan berkepanjangan.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer sama-sama menyebut penderitaan di Gaza sebagai sesuatu yang ‘tidak dapat diterima’.

Sejumlah negara, termasuk Jerman, juga sedang mempertimbangkan sanksi perdagangan dan pembatasan penjualan senjata.

 

Komentar