Pramono ‘Gercep’ Bilang Siap Terapkan WFA, Wamendagri Ingatkan Buat Dulu Sistem Pengawasannya

Pramono ‘Gercep’ Bilang Siap Terapkan WFA, Wamendagri Ingatkan Buat Dulu Sistem Pengawasannya


Gubernur Jakarta Pramono Anung gerak cepat alias ‘gercep’ menyambut PermenPANRB soal kebijakan Work From Anywhere (WFA) bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto minta jangan buru-buru diberlakukan.

Dia mengatakan, kebijakan ini bisa diterapkan jika sistem pengawasannya sudah dibangun dengan matang, agar jelas tolok ukur kinerja aparatur yang bekerja tanpa terpantau mata atasannya.

“Sebetulnya yang sangat penting adalah bagaimana setiap unit kerja itu, membangun sistem pengawasan yang maksimal sehingga bisa mengukur output-nya. Bukan berarti kemudian WFA ini tidak ada ukurannya, tidak ada asesmennya, tidak ada pengawasannya. Itu kan penting, untuk memastikan output-nya seperti apa,” tutur Bima di Kantor BPSDM Kemendagri, Jakarta Selatan, Sabtu (21/6/2025).

Sehingga, kata dia, harus ada aturan-aturan teknis di setiap unit kerja. Dan nantinya, lanjut dia, Kemendagri akan melakukan pembahasan terkait hal ini.

“Yang pasti kan aturan itu sudah dikeluarkan oleh KemenPANRB, tinggal kemudian bagaimana nanti membangun, merumuskan aturan detail terkait dengan teknis pelaksanaannya, asesmennya, monefnya, dan mengukur output-nya,” kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 4/2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah di Kantor Kementerian PANRB pada Selasa (17/6/2025).

Permen-PANRB Nomor 4/2025 diharapkan menjadi payung regulasi bagi instansi pemerintah dalam menerapkan skema kerja yang fleksibel, baik dari sisi waktu maupun lokasi. Fleksibilitas kerja yang diatur mencakup kerja dari kantor, rumah, lokasi tertentu, serta pengaturan jam kerja dinamis sesuai kebutuhan organisasi dan karakteristik tugas.

Pramono Jangan Asal Bilang Siap

Kebijakan ini disambut cepat oleh Pramono. Diklaim Pram, dirinya punya segudang pengalaman dalam menjalankan sistem kerja WFA saat jabat Sekretaris Kabinet. Dia mengklaim, WFA sudah menjadi kebutuhan bagi ASN Jakarta.

“Karena di Jakarta itu ASN-nya hampir 62 ribu. Sehingga dengan demikian, pasti kalau memang bisa diterapkan di Jakarta, dengan mudah akan kami terapkan. Karena menjadi kebutuhan,” kata Pramono di Jakarta, Jumat (20/6/2025).

Meski sudah menyatakan kesiapan dan klaim punya segudang pengalaman, namun Pramono tak menjelaskan rinci seperti apa skema kerja dan pengawasannya. Ketidakjelasan ini memancing kritik dari pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah.

Ia menjelaskan bahwa tidak semua jenis pekerjaan di lingkungan ASN bisa diterapkan dengan sistem WFA. Menurutnya, kehadiran langsung pegawai masih sangat dibutuhkan, terutama dalam pelayanan publik.

“(ASN) Jakarta harus yang mana (untuk WFA), karena nggak semuanya mau. Terkait pelayanan publik langsung memang harus ada, karena publik maunya itu pelayanan face to face. Jadi kalau sifatnya WFA berarti orangnya nggak langsung. Pekerjaan-pekerjaan bidang-bidang apa saja yang boleh?,” tuturnya.

Trubus menyatakan, sistem kerja jarak jauh masih relevan untuk beberapa bidang tertentu seperti kesekretariatan, riset, pengembangan, dan perencanaan. Namun, ia menilai profesi seperti dokter, guru, dosen, dan petugas pemadam kebakaran sebaiknya tetap bekerja secara langsung.

“Tapi kalau yang terkait kesehatan ya nggak bisa. Seperti dokter, masa harus WFA? Terus guru atau dosen itu harus mendidik, harus mendampingi karena sifatnya mengedukasi. Jadi dia tidak boleh WFA. Terus juga damkar juga nggak boleh. Kalau orang kebakaran nggak ada orang (petugas), masa?,” kata Trubus.

Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan dan sanksi tegas agar pelaksanaan kebijakan ini tidak melenceng dari tujuannya serta mencegah pemborosan anggaran.

“Jadi harus dibuat dulu aturan teknisnya sebelum penerapan peraturannya. Pengawasan terus, termasuk sanksi-sanksinya, karena kan khawatir kita (ASN itu) cuma keluyuran. Terus juga kan pemborosan anggaran juga,” ujarnya.

Trubus menekankan bahwa kepala unit di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) perlu mengambil peran penting dalam memastikan efektivitas sistem kerja fleksibel ini.

“Menurut saya, fungsi dari kepala unit OPD-OPD perangkat daerah, kepala dinas itu yang mengatur masing-masing. Jadi itu yang bertanggung jawab. Artinya kalau nanti ada anak buahnya nggak kerja, sanksi diberikan ke kepalanya, juga bertanggung jawab,” tegasnya.

Ia juga mendorong agar masyarakat turut serta dalam mengawasi kinerja ASN, karena anggaran untuk menggaji mereka berasal dari dana publik.

“Publik juga harus dilibatkan untuk mengawasi, karena mereka (ASN) digaji oleh APBD yang berasal dari dana publik. Jadi publik harus juga ikut mengawasi,” ucapnya.

Komentar