Anggota Komisi VI Darmadi Durianto menyoroti ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel. Dia memperingatkan jika konflik ini terus berlanjut, imbasnya bisa merambat luas ke sektor ekonomi nasional, termasuk kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kalau perang ini berlanjut, tentu BUMN akan sangat terdampak. Harga komoditas akan melonjak, biaya impor naik drastis, dan ekspor bisa terganggu. Ujungnya, banyak perusahaan bisa kolaps, terutama dari sektor UMKM dan korporasi yang tidak tahan terhadap tekanan ekonomi global,” ujat Darmadi kepada wartawan, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Dia menjelaskan bahwa potensi krisis ini bukan hanya berdampak pada sektor riil, tetapi juga akan mengguncang stabilitas sistem keuangan, terutama perbankan BUMN atau Himbara. Menurutnya, kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) diprediksi akan meningkat tajam jika situasi tidak segera dimitigasi.
“Bank-bank Himbara akan terdampak. NPL akan naik, cost of fund pun ikut terdongkrak. Ini akan merusak kinerja bank dan berdampak sistemik ke sektor keuangan,” katanya.
Di sisi lain, dia juga menyoroti tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan pasar saham yang mulai terasa akibat ketidakpastian global hingga berdampak juga terhadap lonjakan harga minyak. Kata dia, skenario terburuk harga minyak dunia diproyeksikan bisa menembus USD 140 per barel.
“Kalau itu terjadi, sebagai negara net importer minyak, beban subsidi kita akan membengkak luar biasa. Ini tentu mengancam ketahanan fiskal dan bisa merusak postur APBN,” tutur dia.
Selain itu, dia juga menilai perlu adanya intervensi cepat dari pemerintah untuk mengantisipasi risiko likuiditas. Maka dari itu, dirinya mengusulkan agar bank-bank milik negara segera meningkatkan cadangan dan memperkuat sistem mitigasi risiko, termasuk menjaga arus kas tetap sehat agar tidak terjebak dalam krisis keuangan.
“Kita harus belajar dari negara lain. Di China, masyarakat bahkan kesulitan menarik uang dari bank karena krisis likuiditas. Jangan sampai kita mengalaminya di sini. Pemerintah harus jaga agar kondisi seperti 1998 tidak terulang,” ungkap Darmadi.
Darmadi juga menekankan, dalam situasi global yang tidak menentu ini, BUMN tidak cukup hanya menjalankan bisnis biasa. BUMN, tegasnya, perlu dituntut memiliki kesiapan krisis, strategi mitigasi risiko, dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi tekanan global yang sewaktu-waktu bisa berubah drastis.
“BUMN itu pilar ekonomi nasional. Kalau mereka goyah, maka ekonomi Indonesia juga akan ikut terguncang. Ini bukan soal perang di luar negeri saja, tapi soal ketahanan ekonomi dalam negeri,” jelasnya.