Jaksa Korek Sosok ‘Ibu’ yang Beri Perintah, Hasto: Saeful Berbohong dan Jual Nama Saya

Jaksa Korek Sosok ‘Ibu’ yang Beri Perintah, Hasto: Saeful Berbohong dan Jual Nama Saya


Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengorek keterangan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, terkait sosok di balik “perintah ibu” agar Harun Masiku lolos menjadi Anggota DPR RI periode 2019–2024.

Dalam sidang pemeriksaan terdakwa, Jaksa KPK Takdir Suhan menanyakan kepada Hasto mengenai sapaan dari stafnya, Kusnadi.

“Tapi ada juga manggil bapak?” tanya Jaksa Takdir di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

“Lebih sering Pak, Bapak itu jarang sekali. Jadi saya ingatnya Pak Sekjen, Pak,” jawab Hasto.

Jaksa kemudian menyinggung bukti percakapan tertanggal 6 Januari 2020, berisi pesan dari Hasto kepada Saeful Bahri yang diteruskan ke Tio untuk disampaikan kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Isi pesan tersebut mengandung pernyataan adanya jaminan dari Hasto atas “perintah ibu” agar Harun Masiku diloloskan sebagai anggota DPR.

Jaksa Takdir kemudian menanyakan kepada Hasto, siapa sosok “ibu” yang dimaksud dalam pesan itu. Hasto mengaku baru mengetahui soal itu dalam fakta persidangan dan menyebut Saeful berbohong serta mencatut namanya untuk menekan Wahyu melalui Tio agar Harun diloloskan dalam rapat pleno KPU. Ia menegaskan tidak pernah menelepon Saeful untuk membicarakan hal tersebut.

“Pak Sekjen, Pak. Baik. Nah kemudian izin majelis ini kami supaya utuh penyampaian komunikasi pada saat Saeful sama Tio, tolong Mas Aris bisa ditampilkan. Ini kan ada penyampaian saya full, bilang ke Wahyu ini garansinya saya. Nah ini supaya utuh nih penyampaiannya, ini perintah ibu. Nah ini ibu yang terdakwa pahami siapa, apakah ibu Harun Masiku atau siapa ini. Karena di sini sampaikan ini garansi saya, ini perintah ibu, garansi saya, yang terdakwa pahami sosok ibu siapa?” tanya Jaksa Takdir.

“Ya saya tidak tahu, tapi di dalam persidangan ini saya mengetahui bahwa saudara Saeful berbohong kepada Tio untuk mendesak Tio agar menekan Wahyu Setiawan terkait dengan urusan Harun Masiku. Itu saya tahu di fakta persidangan. Jadi isinya Saeful yang tahu. Karena saya memang tidak pernah telepon itu. Jadi Saeful menyatakan itu dia berbohong menggunakan nama-nama saya,” ucap Hasto.

Saeful Dengar Langsung dari Hasto soal “Perintah Ibu”

Kesaksian Saeful Bahri justru berbeda. Kader PDIP itu mengaku mendengar langsung dari Hasto terkait “perintah ibu” agar Harun Masiku diloloskan menjadi anggota DPR RI. Namun, Saeful mengaku tidak mengetahui siapa sosok “ibu” yang dimaksud, meski diduga merujuk pada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Kesaksian itu disampaikan Saeful dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap terkait pengkondisian anggota DPR RI periode 2019–2024 dengan terdakwa Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025).

Jaksa kembali membuka isi percakapan pada 6 Januari 2020 yang memuat pernyataan jaminan atas nama Hasto dan perintah dari “ibu”.

“Halo”
“Mbak Del”
“Ya. Oke?”
“Tadi Mas Hasto telepon lagi. Bilang ke Wahyu ini garansinya saya. Ini perintah dari Ibu. Dan garansinya saya. Jadi bagaimana caranya supaya ini terjadi. Kan gitu kan. Nah itu yang pertama,” ungkap jaksa memutar percakapan antara Saeful dan Tio.

Jaksa kemudian bertanya kepada Saeful mengenai konteks percakapan tersebut.

“Saksi, ini konteksnya, ini kan tanggal 6 Januari. Ya. Konteksnya apa ini? Kenapa kemudian pada saat itu terdakwa (Hasto) ini nelpon saudara? Kemudian menyampaikan hal itu? Dan saudara sampaikan ke saudara Tio?” tanya jaksa.

Saeful menjelaskan, percakapan itu terjadi setelah dirinya mendapatkan kabar bahwa KPU menolak permohonan PDIP untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR. Ia lalu menghubungi Tio untuk mempertanyakan hal tersebut, mengingat uang suap sudah diberikan kepada Wahyu Setiawan.

“Jadi tanggal 6 itu saya dapat informasi surat dari KPU, lewat saya lupa Tio atau Doni, bahwa memang pengajuan kita ditolak. Saat itu saya langsung telepon Tio, ini kenapa? Kok Wahyu udah terima uang kok ditolak hasilnya. Katanya oke mau dibantu maksimal,” kata Saeful.

“Nah terus, ‘Iya Mas, kemarin,’ bahasa Tio. ‘Kemarin pleno itu memang memutuskan ditolak, tapi sore ini, bahasa Tio begitu, akan ada pleno lagi, yang diatur sama Wahyu untuk membahas kembali’,” lanjutnya.

Saeful juga menyebut bahwa Hasto kemudian menghubunginya dengan nada tinggi karena lobi-lobi yang dilakukan gagal membuahkan hasil.

“Nah terus kemudian, setelah itu, Pak Hasto kirim juga surat penolakan, mempertanyakan dengan nada tinggi, ‘Loh ini kenapa? Kok gagal ini barang. Kok ini nggak diterima?’” ucapnya.

Saeful menjelaskan bahwa masih ada upaya lanjutan melalui rapat pleno KPU yang dikondisikan Wahyu. Dalam rapat tersebut, Donny Tri Istiqomah juga diminta hadir untuk menyampaikan pandangan hukum PDIP.

“Nah nanti sore ini, Wahyu akan kondisikan lagi, untuk memplenokan kembali, yang membahas postulat dari kita. Yang kajian kita,” ucap Saeful.

Atas permintaan Hasto, Saeful diminta menyampaikan pesan kepada Wahyu terkait jaminan atas “perintah ibu”. Karena tidak memiliki akses langsung ke Wahyu, pesan tersebut disampaikan ke Tio.

“Nah saat itu Pak Hasto sampaikan, ‘Sampaikan ke Wahyu. Ini garansi saya dan ini perintah ibu.’ Saya enggak ngerti ibu siapa. Saya enggak paham. Cuma saya hanya menyampaikan kalimat itu kepada Wahyu, yang saat itu saya enggak pernah komunikasikan ke Wahyu, tentunya saya komunikasikan ke Tio, seperti itu,” ujar Saeful.

Ia juga menuturkan bahwa Donny diminta hadir dalam rapat pleno untuk memberikan framing hukum yang dapat diterima oleh para komisioner KPU.

“Jadi nah makanya saya sampaikan disitu kepada Tio, sebelum pleno tolong hadirkan Donny disitu, supaya ada framing hukum atau pandangan hukum yang memang bisa menjadi kajian kita yang diterima oleh pemahaman hukum orang-orang KPU saat itu, karena itu situasi darurat di ujung keputusan dari KPU,” jelas Saeful.

Sementara itu, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menegaskan bahwa istilah “perintah ibu” yang disebut dalam rekaman suara Saeful tidak merujuk pada Megawati Soekarnoputri.

“Tadi kan kami sudah sampaikan mencatut nama itu, sudah,” kata Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Saat ditanya apakah istilah tersebut merujuk pada Megawati, Ronny menegaskan, “Bukan, bukan (Megawati).”

Hasto Didakwa Halangi Penyidikan dan Beri Suap

Dalam sidang sebelumnya, Jumat (14/3/2025), Hasto didakwa menghalangi penyidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020, serta meminta stafnya, Kusnadi, membuang ponsel tersebut saat pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Juni 2024.

Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu diduga diberikan bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Harun dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 

Komentar