Coret 7,3 Juta PBI-JK Berdampak tak Terima Bansos, DPR Ingatkan Gus Ipul Lebih Hati-hati

Coret 7,3 Juta PBI-JK Berdampak tak Terima Bansos, DPR Ingatkan Gus Ipul Lebih Hati-hati


Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyoroti kebijakan Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf yang menonaktifkan 7,3 juta peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).

Penonaktifan dilakukan Gus Ipul, sapaan karib Saifullah Yusuf, karena mereka tidak masuk dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Di mana, DTSEN merupakan data terbaru yang dijadikan acuan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima bantuan sosial (bansos). Data ini, menggantikan sebelumnya yang bernama Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Selanjutnya, Nurhadi mempertanyakan akurasi data yang digunakan pemerintah dalam pengambilan keputusan tersebut. “Jika benar mereka dinonaktifkan karena tidak tercatat dalam DTSEN, dan dinilai sudah sejahtera, maka pertanyaannya, apakah validasi dan verifikasi data, sudah benar-benar akurat? Dan, berpihak pada realitas di lapangan,” kata Nurhadi, Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).

Politikus asal Fraksi Partai NasDem ini, mengingatkan Kemensos jangan sampai salah data. Karena menyangkut nasib jutaan masyarakat rentan secara ekonomi. Penonaktifan jutaan peserta PBI JK itu, merujuk kepada Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang DTSEN.

Per Mei 2025, penetapan peserta PBI JK tidak lagi menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), melainkan DTSEN. Namun, BPJS Kesehatan menyatakan, peserta yang dinonaktifkan masih bisa mengaktifkan kembali kepesertaannya, jika memenuhi sejumlah ketentuan.

Syaratnya, peserta harus terdaftar sebagai penerima bantuan yang dinonaktifkan pada Mei 2025, termasuk kategori masyarakat miskin atau rentan, serta mengalami kondisi medis kronis atau darurat yang mengancam jiwa.

Peserta diminta melapor ke Dinas Sosial dengan membawa Surat Keterangan Membutuhkan Layanan Kesehatan. Setelah itu, Dinsos akan mengusulkan ke Kementerian Sosial untuk dilakukan verifikasi.

Nurhadi mengingatkan Gus Ipul agar lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang berdampak langsung pada pemenuhan hak dasar warga negara.  “Negara jangan gegabah mengambil keputusan yang berdampak pada hak masyarakat,” kata Nurhadi.

Ia mendorong, Kemensos dan BPJS Kesehatan membuka pos pengaduan bagi masyarakat yang terdampak kebijakan ini. “Kami mendorong Kemensos dan BPJS Kesehatan segera membuka kanal pengaduan yang responsif, transparan, dan mudah diakses, agar masyarakat yang keberatan atau terdampak bisa segera mengajukan keberatan dan mendapatkan solusi,” kata legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.

Sebelumnya, Mensos Saifullah menonaktifkan 7,3 juta peserta BPJS Kesehatan dari kelas Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Mereka tidak tercatat dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Total dari 7.397.277 peserta PBI JKN yang dinonaktifkan, sebanyak 5.090.334 orang tidak tercatat dalam basis data DTSEN.

Selain itu, sebanyak 7,3 juta peserta itu dipandang sudah sejahtera. Totalnya, 2.306.943 orang lainnya terbukti melalui uji petik atau ground checking berada pada desil 6-10 di luar kriteria penerima bantuan.

“Penerima bantuan PBI JKN, ada alokasi Rp 96,8 juta, usulan bupati/wali kota se-Indonesia. Dari pemadanan data yang ada, terdapat 7,3 juta peserta dinonaktifkan karena tidak terdaftar di DTSEN dan sudah dianggap sejahtera,” ujar Gus Ipul di Jakarta, Kamis (19/6/2025).

Meski begitu, Gus Ipul menegaskan kuota nasional tetap tidak berubah karena peserta yang dinonaktifkan akan digantikan oleh masyarakat tidak mampu yang tercatat dalam DTSEN.

“Jadi bisa di desil 1, 2, 3, 4, dan 5. Nanti kita akan koordinasi dengan BPS. Termasuk keluarga rentan itu akan dibantu,” tuturnya.
 

Komentar