Buntut Putusan MK, Bergulir Wacana Pansus Omnibus Law UU Pemilu

Buntut Putusan MK, Bergulir Wacana Pansus Omnibus Law UU Pemilu


Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan lokal berbuntut panjang. Salah satu dampaknya, perpanjangan masa jabatan para legislator DPRD. Hal ini dipandang DPR RI tak bisa diselesaikan lewat panitia kerja (Panja) komisi semata, melainkan kerja lintas komisi lewat panitia khusus (Pansus).

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima menjelaskan, putusan MK tersebut membawa implikasi ketatanegaraan yang tidak sederhana. Sehingga, perlu dicermati secara mendalam agar tidak menimbulkan persoalan baru dalam sistem demokrasi dan tatanan penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

“Perpanjangan masa jabatan DPRD, misalnya, bukan perkara mudah. Kita perlu duduk bersama antara DPR, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyepakati langkah-langkah strategis guna mengantisipasi konsekuensi dari putusan MK tersebut,” ujar Aria dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (29/6/2025).

Implikasi tersebut, kata dia, menghadirkan urgensi pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang baru secara lebih menyeluruh. Aria menilai, pembahasan RUU tersebut idealnya tidak cukup hanya melalui panitia kerja (panja), tetapi bisa dipertimbangkan melalui panitia khusus (pansus) lintas komisi mengingat kompleksitas persoalan yang akan timbul ke depan.

“Apakah nantinya kita akan menambahkan pasal peralihan atau menyisipkan norma baru dalam UU Pemilu, itu harus dipikirkan secara integral, tidak bisa sepotong-sepotong. Ini soal desain besar penyelenggaraan pemilu yang akan memengaruhi ekosistem demokrasi nasional,” tuturnya.

Politikus PDIP itu menyinggung, pentingnya pendekatan kodifikasi atau omnibus law dalam menyusun undang-undang kepemiluan agar regulasi yang dihasilkan bersifat komprehensif. Aria menyebut, langkah korektif ini penting agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar merespons dinamika terbaru dan memperbaiki kekurangan dari sistem sebelumnya.

“Undang-undang pemilu ke depan harus merupakan hasil dari proses corrective action yang menyeluruh dan menjawab tantangan yang belum terakomodasi dalam undang-undang yang berlaku sekarang,” jelas Aria.

Diketahui, MK baru saja memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2026).

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Komentar