Yordania membatalkan pertandingan Piala Dunia FIBA U19 melawan Israel sebagai bentuk protes, menyusul seruan untuk menghindari normalisasi olahraga di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Pertandingan basket U-19 yang sangat dinantikan antara Yordania dan Israel semula dijadwalkan digelar Minggu (29/6/2025) malam di Lausanne. Namun pertandingan itu secara resmi dibatalkan setelah tim Yordania menolak berpartisipasi, yang secara efektif mengakibatkan pertandingan tersebut dibatalkan.
Menurut aturan turnamen, Israel akan dianugerahi kemenangan teknis 20-0. Pertandingan tersebut merupakan bagian dari babak penyisihan grup Piala Dunia FIBA U19 2025, yang juga mencakup tuan rumah Swiss dan Republik Dominika.
Reaksi Keras terhadap Normalisasi Olahraga
Keputusan Yordania ini diambil menyusul meningkatnya tekanan publik dan politik untuk tidak terlibat dalam apa yang selama ini dikritik sebagai tindakan “normalisasi olahraga” dengan entitas pendudukan Israel di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Media, aktivis, dan tokoh masyarakat Yordania telah menyerukan agar tim tersebut mundur, dengan tagar seperti “Tim kami menentang normalisasi” menjadi tren di media sosial. Pengacara Hala Ahed, seorang tokoh terkemuka di Yordania, menulis di X: “Apa sportivitas dalam mendukung tim mewakili negara yang melakukan genosida di Gaza?”
Berdasarkan peraturan FIBA saat ini, tim diizinkan untuk melewatkan hingga dua pertandingan dalam permainan grup tanpa diskualifikasi otomatis. Yordania tampaknya mengandalkan aturan ini untuk dinyatakan kalah dalam pertandingan tanpa dikeluarkan dari turnamen, meskipun FIBA mungkin masih akan mengenakan tindakan disiplin lebih lanjut.
Skuad pelatih Israel Sharon Avrahami berharap pertandingan akan tetap dilanjutkan, tetapi Yordania telah membuat keputusan resminya pada Minggu tengah hari.
Sementara Ketua Asosiasi Bola Basket Israel, Amos Frishman, menanggapi, “Saya menyesalkan keputusan Jordan untuk tidak bermain. Saya berharap mereka akan turun ke lapangan untuk menunjukkan kepada dunia cara yang berbeda, terutama di masa-masa seperti ini. Olahraga seharusnya menjadi jembatan antarbudaya—bukan medan pertempuran politik.”
Israel Menghancurkan Olahraga Palestina
Namun Frishman gagal menyebutkan bahwa sejak Israel melancarkan perang brutalnya di Gaza, militernya telah menewaskan sedikitnya 708 atlet Palestina, termasuk 95 anak-anak, menurut Asosiasi Media Olahraga Palestina (PSMA).
Menurut Ketua PSMA Mustafa Siyam, para korban termasuk 369 pemain sepak bola, 105 anggota organisasi kepanduan, dan 234 atlet dari berbagai federasi olahraga. Ia mencatat bahwa jumlah tersebut belum final karena serangan udara masih berlangsung, banyaknya orang hilang tertimbun reruntuhan, dan terbatasnya akses ke wilayah yang terkena dampak.
Siyam mengungkapkan bahwa 273 fasilitas olahraga, termasuk stadion, pusat kebugaran, dan gedung klub, telah hancur sebagian atau seluruhnya akibat serangan Israel. Ia menuduh Israel secara sengaja menargetkan olahraga Palestina sebagai bagian mendasar dari identitas sosial dan budaya Gaza, serta menyebut serangan tersebut sebagai “tantangan eksistensial” bagi komunitas olahraga.
“Serangan ini akan berdampak signifikan terhadap masa depan olahraga Palestina di Jalur Gaza dan memiliki efek yang menghancurkan bagi ribuan atlet,” kata Siyam.