Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN mengusulkan penambahan anggaran pengadaan alat obat kontrasepsi (alkon) untuk tahun 2026. Menurut Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN Budi Setiyono, upaya pengajuan tambahan anggaran melalui kuantifikasi ketersediaan alat kontrasepsi ditujukan sebagai mengontrol jumlah penduduk dapat tumbuh seimbang melalui revitalisasi pelayanan program Keluarga Berencana (KB).
“Makanya kami akan mengajukan kepada Presiden Prabowo, terutama agar berkenan untuk memperhatikan isu ini dan kemudian blokir anggaran untuk persediaan alat kontrasepsi barangkali bisa untuk dibuka dan kemudian harapannya minimal mendapatkan anggaran yang sama dengan anggaran tahun lalu,” tutur Budi dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Budi menyebutkan untuk pengadaan tahun 2025 dalam penyediaan alat obat kontrasepsi hanya mendapat Rp200 miliar setelah adanya pemblokiran dalam efisiensi anggaran pemerintah. Hal ini, berbanding berbeda pada tahun sebelumnya, yaitu mendapat anggaran sebesar Rp850 miliar sebagai pengendali jumlah penduduk melalui program KB/alat kontrasepsi.
“Kalau kami tidak menyediakan alat kontrasepsi yang mencukupi maka struktur penduduk kita yang sekarang itu sudah relatif flat, itu akan bisa melebar kembali di bawah,” ujar Budi.
Ia melihat, dengan adanya ancaman dari ketidakseimbangan stuktur penduduk yang saat ini terus mengalami peningkatan. Maka pihaknya harus segera mencari solusi alternatif dalam pengendalian potensi tambahan jumlah penduduk tersebut.
Salah satunya, ungkap Budi, yaitu berkoordinasi dengan seluruh provinsi perwakilan masing-masing untuk menghitung berapa kebutuhan yang real berdasarkan pada jumlah penduduk yang ada.
“Jumlah penduduk bisa meledak kembali dan itu tentu akan mempengaruhi banyak sektor di dalam penyediaan-penyediaan fasilitas umum, misalnya atau juga di dalam tata wilayah atau transportasi dan seterusnya. Oleh karena itu kita perlu memastikannya itu,” ujar Budi menerangkan.
Di samping itu, dia menyebut Kemendukbangga juga melakukan upaya agar para keluarga itu melakukan KB atau membeli alat kontrasepsi secara mandiri sebagai membantu dalam mengendalikan populasi jumlah penduduk di dalam negeri.
“Kami mendorong dengan berbagai macam media dan juga lini lapangan, untuk memberikan kesadaran bahwa alat kontrasepsi itu tidak harus disediakan dari pemerintah, tetapi mereka juga bisa melakukan inisiasi secara mandiri untuk memilih kebutuhan di dalam KB tersebut,” ungkapnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, penyediaan alat kontrasespai idealnya harus memenuhi kebutuhan 100 persen dari kebutuhan jumlah penduduk/keluarga yang memiliki usia subur. Misalnya, sekarang terdapat 40 juta orang maka harus ada persediaan alat kontrasepsi dengan jumlah yang sama.
“Kalau kami kuantifikasi secara rupiah mungkin bisa kurang lebih Rp1 triliun, tapi paling tidak mungkin seperti tahun lalu karena kemampuan anggaran kita terbatas yang tersedia Rp850 miliar, sehingga harapannya kalau Rp850 miliar, paling anggarannya sama,” ujar Budi.