Komisi VII DPR Soroti Pajak E-commerce: Jangan Tindas Pelaku Usaha Mikro dan Produk Lokal

Komisi VII DPR Soroti Pajak E-commerce: Jangan Tindas Pelaku Usaha Mikro dan Produk Lokal


Wakil Ketua Komisi VII DPR, Rahayu Saraswati menyoroti rencana penerapan pajak toko online. Perlu pertimbangan matang apalagi jika pajak ini menyasar pelaku usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM, di marketplace.

Dia kembali mengingatkan pentingnya evaluasi menyeluruh sebelum kebijakan ini, benar-benar diterapkan. Wacana tersebut masih bersifat inisiatif awal dan belum dibahas secara formal di DPR.

“Ini kan menjadi satu inisiatif yang belum dibahas. Tentunya harus kami dalami terlebih dahulu. Nanti pasti akan ada pembicaraan, kalau memang betul-betul akan diterapkan. Diterapkannya akan seperti apa tentunya menjadi catatan yang penting,” ujar Saras kepada wartawan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Dia menjelaskan, klasifikasi UMKM mencakup bukan hanya mikro, tetapi juga usaha kecil dan menengah. Banyak sekali pelaku usaha kecil yang modalnya  hingga Rp1 miliar. Untuk kelompok ini, tidak seharusnya disamaratakan dengan kebijakan pajak untuk pengusaha mikro.

“UMKM itu, kan bukan bicara hanya mikro, tapi bicara juga kecil, dan menengah. Kalau yang kecil itu di atas Rp1 miliar modalnya. Jadi ini harus diingat kita enggak bicara hanya mikro, tapi kecil itu modal usahanya sampai 1 miliar rupiah. Jik kita bicara 900 juta rupiah itu kecil, itu usaha kecil, jadi jangan langsung semua panik,” tegas Srikandi Partai Gerindra.

Saras menyoroti, potensi dominasi produk asing dalam platform digital yang justru bisa menekan eksistensi produk UMKM lokal. Untuk itu, perlindungan terhadap produk dalam negeri harus menjadi fokus utama bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan e-commerce.

“Karena banyak sekali pelaku usaha yang ada di e-commerce itu melakukan penjualan dari produk yang diimport secara legal. Ini juga harus ada penertiban, jangan sampai dengan adanya penjualan produk-produk asing justru membunuh produk UMKM kita, produk lokalnya,” katanya.

Dia menekankan, tujuan utama kebijakan seharusnya adalah menciptakan ekosistem digital yang adil dan mendorong pertumbuhan UMKM, bukan sebaliknya
Dikatakan, evaluasi mendalam perlu dilakukan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.

“Jadi ini menjadi catatan yang saya rasa layak untuk kita evaluasi. Kembali lagi mungkin yang harus justru ditekankan di sini adalah bagaimana kita mendukung produk lokal kita, produk hasil dari UMKM lokal kita, dan tanpa merugikan mereka, tapi juga memastikan adanya kejelasan, jangan sampai justru kembali lagi pengusaha atau pelaku usaha mikro yang kena” jelas dia.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Rosmauli angkat bicara soal rencana pemerintah yang bakal mengenakan pajak untuk toko online atau marketplace. Pajak penghasilan (Pph) merujuk pada Pph pasal 22.

Dia mengatakan, pada dasarnya kebijakan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.

“UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Rosmauli kepada wartawan, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Dia mengatakan, tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.

 

Komentar