KPK Panggil Dirut PT Mahkota Pratama di Kasus Dugaan Korupsi PT ASDP Indonesia Ferry

KPK Panggil Dirut PT Mahkota Pratama di Kasus Dugaan Korupsi PT ASDP Indonesia Ferry

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap Direktur Utama (Dirut) PT Mahkota Pratama, Rudy Susanto (RS), untuk menjalani pemeriksaan hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama, RS, Direktur Utama PT Mahkota Pratama,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (15/7/2025).

Rudy diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022. Tersangka dalam perkara ini adalah pemilik PT JN, Adjie, yang masih dalam proses penyidikan. Materi pemeriksaan akan diungkap setelah proses selesai.

“Hari ini Selasa (15/7), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019–2022,” kata Budi.

KPK saat ini tengah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mempertimbangkan penahanan terhadap Adjie guna kepentingan penyidikan lanjutan.

Adjie sebelumnya diperiksa pada Rabu (11/6/2025) dan sempat ditahan oleh penyidik. Namun penahanannya ditangguhkan karena kondisi kesehatannya. Ia menggunakan kursi roda dan langsung dibantarkan ke RS Polri dari rumah tahanan KPK untuk menjalani perawatan.

Sementara itu, tiga mantan pejabat PT ASDP yang kini berstatus terdakwa telah disidangkan. Mereka adalah Ira Puspadewi, Direktur Utama ASDP periode 2017–2024; Harry Muhammad Adhi Caksono, Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024; dan Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024. Ketiganya didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT JN oleh ASDP, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp1,2 triliun.

Kasus ini bermula pada 2014, ketika Adjie menawarkan akuisisi PT JN kepada ASDP. Namun, tawaran ditolak karena kapal-kapal PT JN dinilai sudah tua, sementara ASDP sedang memprioritaskan pengadaan kapal baru.

Pada 2018, saat Ira menjabat Dirut ASDP, Adjie kembali mengajukan tawaran. Pembahasan dilanjutkan melalui sejumlah pertemuan, termasuk yang berlangsung di rumah Adjie dan dihadiri oleh Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.

Setahun kemudian, PT JN mengajukan penawaran tertulis, yang ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama usaha pada 2019–2020 dan diperpanjang hingga 2022.

Pada 26 Juni 2019, kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang diteken oleh Ira Puspadewi dan Direktur PT JN, Rudy Susanto. Kontrak induk kerja sama diteken pada 23 Agustus 2019.

Ira lalu mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP pada 20 September 2019 untuk meminta persetujuan kerja sama dengan PT JN Group. Namun surat tersebut tidak mencantumkan rencana akuisisi. Begitu pula surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019 yang hanya menyebut penjajakan akuisisi melalui skema KSU. Dewan komisaris tetap menolak rencana tersebut.

Dalam pelaksanaan KSU, ASDP disebut memprioritaskan penggunaan kapal-kapal milik PT JN agar kinerja keuangannya tampak layak untuk diakuisisi.

Pada 2020, setelah pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilanjutkan. Saat itu, ASDP belum memiliki pedoman internal terkait proses akuisisi. Ira kemudian memerintahkan penyusunan draf keputusan direksi dan memasukkan rencana akuisisi PT JN ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024.

RJPP itu mencantumkan rencana penambahan 53 kapal melalui skema KSU. Sebelum keputusan direksi diteken pada 7 Februari 2022, dilakukan proses due diligence dan valuasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Namun, valuasi oleh KJPP MBPRU terhadap 53 kapal milik PT JN diduga direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun. Usia kapal yang digunakan dalam valuasi juga tidak sesuai dengan data resmi dari sistem internasional IMO GISIS, yang mencatat kapal-kapal PT JN sebenarnya jauh lebih tua.

Hasil negosiasi akhirnya menyepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun, terdiri dari Rp892 miliar untuk 42 kapal milik PT JN dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.

Transaksi ini diresmikan melalui Akta Jual Beli Saham Nomor 139 tertanggal 22 Februari 2022.

Berdasarkan perhitungan awal KPK, transaksi tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp893,16 miliar. Nilai tersebut kemudian bertambah selama proses penyidikan hingga mencapai Rp1,2 triliun.
 

Komentar