Sekretaris Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso. (Foto: Dok. Kemenko Perekonomian)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Klaim Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bahwa Indonesia bakal memborong 50 pesawat Boeing sebagai bagian dari negosiasi tarif, ternyata masih sebatas angin surga. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian buru-buru meluruskan. Mereka menegaskan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, maskapai pelat merah kebanggaan kita itu, belum meneken kontrak pembelian seperti yang diumbar Trump.
Sekretaris Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan gamblang. Rencana pembelian pesawat Boeing oleh Garuda, kata Susiwijono, masih berbentuk nota kesepahaman alias MoU. Belum ada tinta basah di atas kontrak.
“Kan baru MoU, kemarin pun juga belum, yang untuk Garuda kan belum tanda tangan,” ujar Susiwijono santai di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Ia menambahkan, yang sudah diteken itu baru kesepakatan di sektor energi dan pertanian, seperti kedelai dan gandum. Jadi, jangan salah sangka dulu, apalagi sampai geer.
Susiwijono tak mau merinci lebih jauh soal kesepakatan pembelian pesawat Boeing itu. Menurutnya, urusan ini ada di tangan direksi Garuda, dengan segala pertimbangan bisnisnya.
“Teman-teman di Garuda yang lebih tahu. Cuman kemarin ada subjek itu beberapa pembahasan berikutnya. Jadi masih akan dibahas lebih lanjut,” kata Susiwijono. Artinya, perjalanan pembelian ini masih panjang dan berliku.
Namun, di sektor energi, ada kabar baik yang patut dicatat. Susiwijono menyebutkan, Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Kilang Pertamina Internasional, sudah menorehkan tinta di atas MoU dengan tiga raksasa energi AS: ExxonMobil, Chevron, dan KDT Global Resource. Kerja samanya meliputi minyak mentah (crude oil), kilang bensin (gasoline), dan LPG.
“Kan kemarin sudah diumumkan, crude oil, kemudian refinery-nya gasolin, kemudian dengan LPG. Nah, MoU kemarin kan masih baru sepakat saja. Habis ini nanti kita akan detailkan,” jelasnya, mengisyaratkan bahwa kesepakatan ini akan segera memasuki fase implementasi yang lebih konkret.
Lebih lanjut, Susiwijono menegaskan bahwa semua kesepakatan ini akan dituangkan secara resmi dalam sebuah joint statement antara pemerintah RI dan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).
“Di joint statement nanti akan dibunyikan di situ. Kita akan sepakat, kemudian nanti detilnya, skemanya seperti apa, akan kita detailkan lagi. Kita masih akan terus. Dan itu bukan kita dipaksa, kita juga akan diuntungkan dengan itu,” tegasnya, menepis spekulasi bahwa Indonesia dipaksa dalam negosiasi ini.
Jadi, meskipun klaim Trump terdengar bombastis, kenyataannya masih dalam tahap penjajakan. Ibarat orang mau kawin, ini baru lamaran, ijab kabulnya belum. Sementara itu, di sektor energi, sinyal positif justru lebih jelas.