Usai Dapat Korting Tarif dari Trump, DPR: Ekspor ke AS Harus Digenjot, Kalau Enggak Bisa Rugi

Usai Dapat Korting Tarif dari Trump, DPR: Ekspor ke AS Harus Digenjot, Kalau Enggak Bisa Rugi

Clara Medium.jpeg

Senin, 21 Juli 2025 – 20:00 WIB

Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel mengajak masyarakat mengawasi dan mencegah peredaran uang palsu dalam kunjungan ke Desa Monano, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo. (Foto: Antara).

Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel mengajak masyarakat mengawasi dan mencegah peredaran uang palsu dalam kunjungan ke Desa Monano, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo. (Foto: Antara).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel meminta industri dalam negeri memanfaatkan tarif sebesar 19 persen dengan meningkatkan nilai ekspor ke negara Amerika Serikat (AS).

Dia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang berhasil menurunkan tarif dari 32 persen ke 19 persen.

“Ini suatu keberhasilan yang harus kita apresiasi dan kita puji. Tinggal bagaimana memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, khususnya untuk produk-produk UMKM,” ujar Gobel kepada wartawan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

Gobel mengatakan, dengan tarif resiprokal untuk Indonesia sebesar 19 persen tersebut maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara-negara pesaing Indonesia dalam memasok produknya ke AS.

“Ini harus dimanfaatkan. Menteri-menteri harus bekerja keras menaikkan ekspor Indonesia ke AS. Jangan sampai keuntungan ini terbuang percuma. Ada banyak produk UMKM dari Indonesia ke AS, misalnya furniture. Selain itu juga ada produk garmen, tekstil, dan alas kaki. Juga produk-produk hasil pertanian dan perkebunan. Perlu ada insentif untuk ekspor ke AS,” ucap dia.

Keharusan untuk menggenjot ekspor ke AS tersebut, kata Gobel, untuk mencegah neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit terhadap AS.

Karena neraca perdagangan Indonesia terhadap AS yang surplus, ternyata memberikan kontribusi yang sangat dominan. Pada 2024, Indonesia surplus UD$31,04 miliar. Dari angka tersebut, surplus dari AS mencapai US$17,9 miliar.

“Jadi lebih dari 50 persen disumbang dari hasil perdagangan Indonesia dengan AS,” katanya.

Pemberlakuan tarif 0 persen untuk semua produk AS yang masuk ke Indonesia bisa membuat neraca Indonesia menjadi defisit.

Namun demikian, kata Gobel, keunggulan komparatif Indonesia terhadap negara-negara lain akibat tarif Trump bisa dimanfaatkan Indonesia untuk melakukan relokasi industri dari negara-negara lain, khususnya dari China dan Jepang, bahkan dari Thailand, yang terkena tarif lebih tinggi.

“Jadi bagaimana bisa menarik investasi ke Indonesia sehingga Indonesia menjadi basis produksi untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Keberhasilan ini bisa dijadikan tema marketing Indonesia untuk menarik investasi ke Indonesia. Momentum ini jangan sampai lepas. Presiden perlu membuat tim lintas sektoral sebagai suatu task force yang bisa di bawah presiden langsung,” tutur dia.

Dengan demikian, kata Gobel, tim tersebut bisa memberikan masukan langsung ke Presiden untuk melakukan pembenahan ke dalam sekaligus membantu presiden untuk bekerja keluar ke para calon investor dari dalam negeri maupun luar negeri.

“PR-nya adalah segera berbenah. Permudah perizinan, memangkas rantai birokrasi dengan memberikan kemudahan berusaha, menghilangkan ekonomi biaya tinggi dengan memberantas pungli dan suap. Juga aktif melakukan lobi-lobi ke calon investor,” jelasnya.

Disisi lain Gobel mengatakan pemberlakuan tarif resiprokal ini akan membuat produk-produk dari negara-negara yang terkena tarif tinggi seperti dari China akan banjir memasuki Indonesia.

“Nah ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk melindungi pasar domestiknya. Di sini ada isu TKDN dan juga penyelundupan. Selain itu apa yang sudah diproduksi di Indonesi jangan dilakukan impor,” katanya.

Dia menekankan bahwa, jika AS mendapatkan tarif 0 persen untuk produk-produknya, jangan sampai Indonesia dirugikan dengan kesepakatan tersebut.

“Harga-harga harus turun, yaitu untuk produk-produk yang menggunakan bahan atau berasal dari AS. Misalnya harga mi, roti, tepung, tarif pesawat, laptop, handphone, bensin, gas, dan sebagainya. Jangan sampai pengorbanan negara yang kehilangan pendapatan tidak bisa dinikmati oleh rakyat,” tegas dia.

Sebagai informasi, tarif untuk produk Indonesia itu menjadi yang terendah untuk negara-negara ASEAN seperti Vietnam 20 persen, Filipina 20 persen, Malaysia 25 persen, Singapura 25 persen, dan Thailand 36 persen. Bahkan lebih kecil dari Korea Selatan dan Jepang sebesar 25 persen, Banglades 35 persen, Brasil 50 persen, dan China yang juga terkena tarif cukup besar 125 peren.

Ekspor Indonesia terbesar adalah ke China 23,6 peren, disusul ke AS 9,96 persen, Jepang 7,82 persen, dan India 7,68 persen. Impor terbesar pun berasal dari China yaitu 36,29 persen, disusul Jepang 7,53 persen, Australia 4,87 persen, dan AS 4,80 persen.

Walaupun ekspor ke AS bukan yang terbesar, namun Indonesia mendapatkan surplus sekitar US$17,9 miliar, dan merupakan kontribusi surplus terbesar untuk total neraca perdagangan Indonesia. Sebaliknya, walau Indonesia paling banyak mengekspor ke China, Indonesia justru terus mengalami defisit yang terus meningkat.

Topik
Komentar

Komentar