Menteri Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) Meutya Hafid saat menyampaikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (1/11/2024), usai menghadap Presiden Prabowo untuk menyampaikan laporan terkini seputar penangkapan pegawainya oleh polisi karena diduga terlibat judi online. (Foto: Antara/Andi Firdaus)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan akan segera melakukan koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait isi perjanjian dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat, khususnya poin sensitif mengenai kebebasan transfer data pribadi WNI ke luar negeri.
“Besok(hari ini) kami akan ke Menko Perekonomian dan akan koordinasi seperti apa penjelasannya,” kata Meutya kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/7/2025), seperti dikutip dari Antara.
Meutya menyebutkan pihaknya telah menerima undangan resmi untuk membahas isi kesepakatan tersebut, namun ia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena masih menunggu hasil pembahasan lintas kementerian.
Belum Bisa Pastikan Masuk Ranah Komdigi
Ketika ditanya apakah isu transfer data pribadi ke AS merupakan ranah kementerian yang dipimpinnya, Meutya menjawab diplomatis. “Kami akan mengetahui kejelasan lebih lanjut usai koordinasi dengan Menko Airlangga,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa setelah pertemuan tersebut, pemerintah akan menyampaikan pernyataan resmi mengenai posisi Indonesia atas komitmen yang tertuang dalam perjanjian dagang dengan AS.
“Besok tentu akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami. Tapi kami harus koordinasi lebih dulu,” tegasnya.
Kebijakan Transfer Data Jadi Sorotan
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan isi perjanjian dagang timbal balik antara kedua negara. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah komitmen Indonesia untuk memberikan kepastian hukum atas kemampuan memindahkan data pribadi ke Amerika Serikat.
Pernyataan resmi Gedung Putih menyebut bahwa Indonesia akan menghapus hambatan digital dan mengakui perlindungan data pribadi di AS sebagai cukup memadai, sehingga memungkinkan data WNI ditransfer secara legal ke luar negeri.
Kebijakan ini menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk aktivis digital dan pengamat teknologi, yang menilai bahwa keputusan tersebut berpotensi menggerus kedaulatan digital Indonesia dan melemahkan posisi industri cloud lokal.