DPR berencana melakukan evaluasi terhadap kinerja Mahkamah Konstitusi (MK) imbas polemik putusan MK soal pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. Evaluasi ini dilakukan agar tugas, pokok, dan fungsi yang dijalankannya tidak keluar dari konstitusi.
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/7/2025).
“Yang kami lakukan adalah dalam konteks ketatanegaraan kita agar semua lembaga yang dibentuk di republik ini, baik karena konstitusi maupun undang-undang, setia lah dia pada tupoksi-nya, setia lah dia pada jabatan dan fungsinya,” kata Hinca.
Politikus partai Demokrat itu membantah, evaluasi yang akan dilakukan Komisi III DPR RI terhadap kinerja MK sebagai bentuk “cawe-cawe”. DPR, ditegaskan Hinca, memiliki hak untuk mengawasi kinerja MK sebagai bentuk reprsentasi pengawasan masyarakat.
“Kalau kemudian MK lari atau keluar dari fungsinya, siapa yang ngawasi dia? Kan enggak boleh, setiap lembaga harus ada yang mengawasinya, setidak-tidaknya dirinya. Nah, ketika dirinya enggak lagi bisa ngawasinya, maka masyarakat lah yang mengawasinya. Nah, masyarakat mengawasinya siapa? Wakilnya adalah DPR, itu lah yang mewakili masyarakat,” kata dia.
Dia pun menilai evaluasi yang dilakukan DPR tak melulu harus dikonotasikan negatif, tetapi dapat pula dipandang sebagai jalan keluar sekaligus pengingat apabila terdapat kesalahan yang dilakukan oleh lembaga negara.
“Ketika ada yang salah dievaluasi, itu jalan keluarnya itu keniscayaan. Jadi kalau kami bersuara keras untuk mengingatkan MK, nah itu fungsi kami untuk mengingatkan itu. Tidak berarti kami di atasnya MK, tapi semua kita saling mengingatkan lah,” kata dia.
Bantah Revisi UU MK
Meski demikian, Hinca membantah DPR bakal membahas revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). “Kalau revisi Undang-Undang MK itu sampai hari ini kan masih tetap Undang-Undang MK-nya, di dalam prolegnas juga enggak ada, tidak ada jadwal untuk mengubah MK,” kata Hinca.
Sebelumnya, Selasa (8/7), Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menegaskan bahwa DPR RI tidak akan menggulirkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) imbas terjadinya polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Sebab, kata dia, pembahasan revisi UU MK telah digulirkan oleh DPR RI periode 2019-2024.
“Undang-Undang MK tidak ada revisi. Kan itu sudah direvisi periode anggota DPR lima tahun yang lalu,” kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dia menyebut pembahasan revisi UU MK yang bergulir kala itu telah sampai pada pengambilan persetujuan Tingkat I untuk dibawa ke paripurna guna disetujui menjadi undang-undang, namun revisi UU MK akhirnya menjadi RUU operan atau carry over untuk dibahas oleh DPR RI periode 2024-2029.
“Itu sudah tinggal Rapat Paripurna Tingkat II saja, tinggal paripurna. Jadi kita tinggal tunggu saja, bamus (badan musyawarah), tapi sampai saat ini belum ada pembicaraan dari pimpinan, kalau ada kan dia di rapim (rapat pimpinan), kemudian dibamuskan, tapi belum ada terkait dengan (revisi UU MK), belum ada pembicaraan,” kata dia.