Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, sudah sesuai dengan kewenangan kepala negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Itu kewenangan Presiden sesuai UUD 1945,” kata Setyo saat dihubungi wartawan, Kamis (13/7/2025).
Namun, Setyo tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait sikap KPK melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai kelanjutan upaya banding dalam perkara tersebut.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa lembaganya masih mempelajari informasi terkait pemberian amnesti tersebut. KPK menyatakan akan menyampaikan tanggapan resmi setelah menganalisis informasi itu secara menyeluruh.
“Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut,” ujar Budi melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Menurut Budi, proses hukum terhadap Hasto dalam perkara perintangan penyidikan dan suap terkait buronan Harun Masiku masih berlangsung. Saat ini, jaksa KPK tengah mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dibacakan pada Jumat (25/7/2025). Pengajuan banding dijadwalkan paling lambat Jumat (1/8/2025).
“Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” ucap Budi.
Dihubungi secara terpisah sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyatakan bahwa KPK melalui JPU telah memutuskan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Tipikor terhadap Hasto Kristiyanto.
Salah satu alasan pengajuan banding adalah keberatan terhadap vonis yang dijatuhkan, yaitu 3 tahun 6 bulan penjara, yang dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa selama 7 tahun penjara. Jika merujuk pada ketentuan dua pertiga dari tuntutan, maka vonis minimal yang semestinya dijatuhkan adalah 4 tahun 8 bulan.
“Karena putusan kurang dua pertiga dari tuntutan, maka penuntut umum ajukan banding,” ujar Fitroh saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (31/7/2025).
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan keputusan untuk memberikan amnesti kepada Hasto. Hal ini dituangkan dalam Surat Presiden Nomor R42/Pres/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025 yang ditujukan kepada DPR RI. Dalam surat tersebut, Prabowo mengusulkan pemberian amnesti kepada 1.116 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa pihaknya telah menggelar rapat konsultasi bersama pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Hukum. Rapat tersebut menyetujui permintaan dari Presiden.
“Tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto,” kata Dasco dalam konferensi pers di DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Dalam konferensi pers itu, Dasco didampingi oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta jajaran Komisi III DPR. “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan,” tambah Dasco.
Selain itu, Dasco menyampaikan bahwa Presiden Prabowo juga memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. “Surat Presiden R43/Pres/ tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi terhadap Tom Lembong. Pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” ujar Dasco.
Secara hukum, amnesti dan abolisi merupakan dua bentuk pengampunan yang diberikan oleh negara, namun memiliki cakupan dan dampak yang berbeda. Amnesti menghapus seluruh akibat hukum dari tindak pidana yang telah dijatuhkan kepada seseorang atau sekelompok orang, sedangkan abolisi menghentikan proses penuntutan tindak pidana, baik sebelum maupun saat perkara sedang berjalan, sehingga tidak sampai pada tahap vonis.
Dalam hal ini, Hasto diampuni dan tindak pidana korupsi yang menjeratnya terkait dugaan perintangan penyidikan serta pemberian suap dalam pengkondisian Harun Masiku menjadi anggota DPR RI di KPU dihapuskan seluruhnya. Otomatis juga, Hasto tidak jadi dihukum terkait putusan tingkat pertama yang menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan serta denda sebesar Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Sementara itu, Tom Lembong yang sebelumnya telah dijatuhi vonis tingkat pertama dalam kasus korupsi impor gula selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp750 juta subsidair 6 bulan, kini dibebaskan dari proses hukum selanjutnya karena kasusnya dihentikan dan tidak dilanjutkan ke tingkat banding atau kasasi. Ia pun juga tidak jadi dihukum.