Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam menyoroti keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero/PLN) yang diberikan monopoli bisnis namun keuntungannya anjlok. Bahkan, perusahaan setrum plat merah itu, utangnya naik sekitar Rp156 miliar per hari.
Mufti mengaku heran, lantaran PLN yang diberikan keistimewaan oleh negara, termasuk mendapat suntikan dana segar dari program Penyertaan Modal negara (PMN) ditambah subsidi dari APBN, utangnya justru menggunung.
Alih-alih layanan kepada masyarakat membaik, menurut Mufti, malah banyak keluhan dari masyarakat sebagai konsumen. “Bayangkan, perusahaan monopoli bisa merugi, atau labanya anjlok serta utangnya menggunung. Ini enggak masuk akal,” ujar Mufti kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Atas buruknya kinerja keuangan PLN ini, Mufti mendesak pemerintah segera merombak jajaran direksi PLN yang saat ini dipimpin Darmawan Prasodjo.
“Sudah waktunya PLN dibongkar, bukan hanya soal struktur keuangannya, tapi juga moral dan integritas pimpinannya. Kita ingin BUMN itu bekerja dengan akhlak, bukan akal-akalan,” tegas dia.
Mufti menilai, PLN selama ini, berlindung di balik narasi ‘penugasan’ dan ‘subsidi’. Namun, kemewahan yang didapatkan dari negara justru tak setimpal dengan hasilnya.
“Rakyat masih mengeluh soal listrik padam, kualitas layanan rendah, dan harga listrik diam diam terus naik. Kita lelah melihat perusahaan seperti PLN yang punya segala fasilitas negara, tapi gagal menjalankan amanah publik,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, total utang PLN pada 2024 mencapai Rp711,2 triliun. Sementara pada 2023, utang PLN sebesar Rp655 triliun. Terjadi kenaikan utang Rp56,2 triliun dalam setahun. Atau setara Rp4,7 triliun per bulan.
“Kenaikan utang PN setara Rp4,7 triliun per bulan. Kalau dibagi 30 hari, utangnya bertambah sekitar Rp156.7 miliar per hari,” papar Uchok kepada Inilah.com, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Diterangkan Uchok, total utang PLN mencakup utang jangka pendek dan jangka panjang. Pada 2023, utang jangka pendek PLN mencapai Rp143,1 triliun. Setahun kemudian, naik Rp28.8 triliun, menjadi Rp172 triliun.
Sedangkan utang jangka panjang PLN naik dari Rp511,8 triliun pada 2023, menjadi Rp539,1 triliun pada 2024. “Kenaikan utang jangka panjang sebesar Rp27,3 triliun,” jelas Uchok.
Itu baru masalah utang yang terus mengembung. Soal laba pun dipertanyakan Uchok. Bagaimana mungkin, PLN yang memonopoli pasar kelistrikan di Indonesia, labanya anjlok pada 2024.
“Laba PLN pada 2023 sebesar Rp22 triliun, tapi tahun 2024 turun drastis menjadi Rp17,7 triliun. Penurunannya mencapai Rp4,3 triliun,” ungkap Uchok.
Anjloknya laba PLN ini, menurut Uchok, berbanding terbalik dengan nasib rakyat Indonesia selaku konsumen listrik. Sehari saja rakyat lalai membayar listrik yang deadlinenya per tanggal 20, dikenakan denda.
Lebih parah lagi konsumen token listrik yang lupa mengisi akun listriknya, dipermalukan dengan bunyi alarm dari mesin pencatat listrik di rumah. Bunyinya nyaring hingga sampai ke kuping tetangga. Kalau tak segera isi, siap-siap listrik padam secara otomatis.
Atas buruknya kinerja keuangan PLN ini, Uchok mendesak pemerintah melakukan perombakan direksi PLN yang saat ini dipimpin Darmawan Prasodjo.
“Harus ada penyegaran direksi PLN. Gant dirutnya yang enggak becus kelola PLN. Dia sudah terlalu lama berkuasa, sudah kenyang, harus diganti. Kalau tidak, kinerja PLN akan seperti keong,” imbuhnya.
Selain itu, Uchok mendesak Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan terhadap Dirut PLN, Darmawan Prasodjo atas dugaan perjalanan pribadi ke luar negeri yang dibiayai perusahaan, bersama keluarganya.
Upaya Inilah.com mengonfirmasi informasi ini ke Darmawan Prasodjo, maupun Sekretaris Perusahaan PLN, Alois Wisnuhardana, tidak membuahkan hasil. Pesan pendek yang dilayangkan lewat aplikasi WhatApps (WA), tidak direspons.