Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana meminta keterangan dari pihak perusahaan Google terkait penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengadaan layanan penyimpanan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada masa Menteri Nadiem Anwar Makarim (NAM).
Materi pemeriksaan akan difokuskan pada proses pengadaan dan penyewaan layanan Google Cloud di lingkungan Kemendikbudristek.
“Dari pihak Googlenya ya? Para pihaknya tentu nanti itu bagian dari—ini kan proses di mana ada pengadaan gitu ya, penyewaan-penyewaan cloud seperti itu. Tentu kita akan minta keterangan nanti,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (1/8/2025).
Meski begitu, KPK belum dapat memastikan apakah pihak yang akan dipanggil berasal dari perwakilan Google Indonesia atau petinggi perusahaan. Namun, Asep menegaskan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengadaan akan dimintai keterangan guna membuat perkara ini lebih terang.
“Tentu kita akan minta keterangan nanti. Tapi kita lihat dulu dari siapanya, apakah perwakilan, siapa—kita sedang (pelajari). Para pihak pokoknya yang terkait dengan pengadaan Google Cloud ini akan kita minta keterangan, supaya lebih jelas permasalahannya,” ucap Asep.
Sejauh ini, KPK telah meminta keterangan dari mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Fiona Handayani (bidang isu-isu strategis), pada Rabu (30/7/2025).
Kemungkinan, stafsus era Nadiem lainnya juga akan dipanggil, seperti Pramoda Dei Sudarmo (bidang kompetensi dan manajemen), Muhamad Heikal (bidang komunikasi dan media), dan Hamid Muhammad (bidang pembelajaran). Adapun Jurist Tan (bidang pemerintahan) dikabarkan masih buron di luar negeri. Termasuk Nadiem sendiri juga bakal dipanggil.
KPK tengah mendalami dugaan korupsi dalam pengadaan Google Cloud pada masa kepemimpinan Nadiem. Penyelidikan difokuskan pada skema sewa dan dugaan markup harga dalam proyek tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kemendikbudristek menyewa layanan Google Cloud senilai Rp400 miliar untuk durasi satu tahun, namun kontrak tersebut diduga telah berjalan selama tiga tahun dan masih berlangsung hingga kini.
“Ya itu (sewa Google Cloud) yang sedang kita dalami,” ujar Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).
KPK memfokuskan penyelidikan pada pengadaan Google Cloud di era Nadiem, terutama pada masa pandemi Covid-19. Asep menjelaskan bahwa pengadaan ini berkaitan dengan proyek digitalisasi pendidikan, khususnya penyediaan Chromebook yang saat ini tengah disidik Kejaksaan Agung. Namun, KPK membatasi penyelidikannya hanya pada layanan cloud.
“Ini kita fokus ke Google Cloud. Kan tadi ada pengadaan Chromebook. Itu perangkat kerasnya. Nah ini yang penyimpanan,” ujar Asep.
Layanan Google Cloud digunakan untuk mendukung penyimpanan data dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan platform digital lain guna menunjang pembelajaran daring selama pandemi. Pemerintah menyebut kebijakan ini bertujuan memperluas akses pendidikan, meningkatkan transparansi, dan memudahkan proses belajar jarak jauh.
Selain itu, Asep menyebut KPK juga mencermati komponen lain dari program digitalisasi pendidikan, seperti bantuan kuota internet untuk pelajar, guru, dosen, dan mahasiswa. Namun, detailnya belum bisa dipublikasikan karena proses masih berjalan.
Korupsi Chromebook
Sementara itu, Kejaksaan Agung telah lebih dahulu meningkatkan status perkara pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025.
Hingga Selasa (15/7/2025), penyidik Jampidsus telah menetapkan empat tersangka, yakni:
1. Jurist Tan – mantan Staf Khusus Mendikbudristek
2. Ibrahim Arief – mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek
3. Sri Wahyuningsih – mantan Direktur Sekolah Dasar sekaligus KPA Direktorat SD TA 2020–2021
4. Mulyatsyah – mantan Direktur SMP dan KPA Direktorat SMP TA 2020–2021
Dalam konstruksi perkara, keterlibatan Nadiem disebut bermula sejak Agustus 2019, ketika bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” untuk merancang program digitalisasi berbasis ChromeOS. Setelah dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019, Nadiem memerintahkan Jurist untuk menindaklanjuti proyek tersebut.
Jurist kemudian berkomunikasi dengan pihak Google, yakni WKM dan PRA (Putri Ratu Alam), untuk menyusun skema co-investment sebesar 30 persen dari Google dengan syarat seluruh pengadaan teknologi berbasis ChromeOS.
Jurist menunjuk Ibrahim Arief sebagai konsultan teknologi dan mendorong tim teknis agar fokus pada produk Google. Kajian awal yang tidak mencantumkan ChromeOS ditolak, kemudian disusun ulang sebagai dasar resmi pengadaan. Pada April 2020, Nadiem, Jurist, dan Ibrahim bertemu langsung dengan pihak Google guna menyusun strategi implementasi Chromebook dan Workspace.
Dalam pelaksanaannya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah mengarahkan pengadaan ke vendor tertentu, termasuk PT Bhinneka Mentari Dimensi. Vendor tersebut diminta memesan unit secara mendadak pada malam 30 Juni 2020 di Hotel Arosa, Bintaro. Petunjuk pelaksanaan pun dirancang agar spesifikasinya hanya mengacu pada ChromeOS, dengan satu paket senilai Rp88,25 juta untuk 15 laptop dan satu konektor.
Kejaksaan mencatat kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun, terdiri dari markup harga laptop Rp1,5 triliun dan perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) sebesar Rp480 miliar. Sebanyak 1,2 juta laptop Chromebook seharga Rp9,3 juta dinilai tidak optimal digunakan, terutama di wilayah 3T, karena keterbatasan sistem operasi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.