Eks KPK Laode Syarif Prihatinkan Petinggi Pramuka Kena Kasus Korupsi

Eks KPK Laode Syarif Prihatinkan Petinggi Pramuka Kena Kasus Korupsi


 

Mungkin yang tak tahu, organisasi kepanduan asional Pramuka tak steril ari oknum-oknum koruptor. Semakin banyak kadernya yang kena kasus rasuah yang merugikan uang negara ini.

Sebut saja, Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumatra Utara yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, adalah Ketua Kwarcab Pramuka Kota Medan.

Pada 25 Juli lalu, Topan yang dikenal dekat engan Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Bobby Nasution itu, ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai tersangka.

Sepekan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan Deni Nurdyana Hadimin dan dua tersangka lain, yang terseret dugaan korupsi dana hibah Pramuka Rp6,5 miliar. Di mana, Deni adalah Ketua Harian Kwarda Pramuka Jawa Barat dan Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kwarnas Pramuka.

Ironisnya, pimpinan Kwarnas belum mengumumkan pemberhentian Topan atau bahkan Deni yang terseret perbuatan tercela itu. Hal ini menarik perhatian Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Laode Muhammad Syarif.

Dia bilang, pimpinan Kwartir Pramuka haruslah sosok yang berintegritas, bersih dari korupsi dan punya jiwa kepramukaan tau kepanduan yang kuat.

“Mereka jadi teladan dan contoh bagi adik-adik pramuka siaga, penggalang, penegak dan pandega. Adik-adik akan sedih dan bingung jika ada ketua Kwartirnya ditangkap karena kasus korupsi,” ujar Laode Syarif, Jakarta, dikutip Minggu (3/8/2025).

Belum adanya respons dari pimpinan Kwarnas Pramuka terhadap kasus korupsi yang menyeret kadernya, seharusnya tak perlu terjadi.

Sejak pekan lalu, beredar adanya laporan penugasan yang disampaikan penegak Sangga Pendobrak dari Kwarda Jawa Barat kepada ketua Kwarnas.

Mereka mendapatkan tugas dari pembinanya berdasarkan materi Syarat Kecakapan Umum Penegak dalam bentuk penyelesaian kasus tentang topik korupsi oleh pramuka dan implementasi Dasa Dharma ke-9 yakni ‘Bertanggung jawab dan dapat dipercaya’.Serta ke-10 yakni ‘Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan’.

Menariknya, muncul data sosok mantan narapidana dalam kasus korupsi yang menjadi Andalan Nasional (pengurus Kwarnas) periode 2023-2028. Pekan lalu, sosok ini diangkat sebagai Kepala Pusdiklat salah satu kwartir di Indonesia Timur.

Atas fenomena ini, internal Pramuka menjadi cukup gaduh, bagaimana mungkin seseorang yang memiliki rekam jejak hitam diberikan kepercayaan sebagai pengurus di gerakan kepanduan ini.  

“Laporan penugasan adik-adik itu harus kita dukung. Pendidikan anti-korupsi  membutuhkan keteladanan dari pimpinan Kwartir. Dasa Dharma Pramuka jangan hanya sekedar diucapkan atau jadi jargon saja,” kata Laode Syarif yang pernah menjadi peserta Jambore Nasional dan Asia Pasifik tahun 1981 di Cibubur, Jawa Barat itu.

Pada 27 Juni 2019, Laode Syarif selaku Wakil Ketua KPK meneken perjanjian kerja sama dengan Ketua Kwarnas Pramuka, Budi Waseso terkait pendidikan anti-korupsi. “Kita ingin Pramuka ikut terlibat dalam upaya pencegahan korupsi serta pengawasan,” ujar Laode Syarif.

Sedangkan Buwas, sapaan akrrab Budi Waseso, menyambut baik kerja sama tersebut. Di mana, salah satu alasan dibentuknya  Gerakan Pramuka adalah menciptakan generasi anak bangsa yang berintegritas. “Problem bangsa saat ini, lebih banyak berkaitan dengan moralitas masyarakatnya,” ujar Buwas, mantan Kabareskrim Mabes Polri.

Laode Syarif yang juga mantan Siaga-Penggalang di Kwarcab Muna, Sulawesi Tenggara dan Penegak-Pandega di Kwarcab Makassar, menyarankan agar tidak terjadi lagi kasus korupsi yang mendera pimpinan Kwartir. Sehingga jangan main-main dalam memilih pimpinan.

“Harus memperhatikan catatan integritasnya. Sosok yang menjadi ketua Kwarnas harus yang berintegritas, karena Kwarnas menjadi patokan di Gerakan Pramuka,” katanya.

Pertama, jangan memilih ketua Kwartir hanya karena calon tersebut punya jabatan atau jadi tokoh. Kedua, proses pemilihan ketua Kwartir harus terbuka dan transparan. “Sehingga, orang-orang yang tidak memiliki integritas jangan dipilih,” ungkapnya.

Ketiga, sosok calon ketua Kwartir harus pernah mengalami proses pendidikan di kepramukaan, sebagai pramuka siaga, penggalang, penegak dan pandega.

“Jiwa pramuka-nya jelas,” ujar Laode Syarif yang pernah jadi peserta Jambore Nasional dan Asia Pasifik tahun 1981 di Cibubur.

Menurutnya, jika ketua Kwartir berasal dari sosok yang mengalami proses pendidikan kepramukaan, bakal mencintai organisasi yang telah membesarkannya.

Koordinator Forum Pramuka Bestari, I Gusti Ayu Diah Yuniti sepakat dengan usulan Laode Syarif. “Faktor penyebab rusaknya budaya organisasi karena rekrutmen kepemimpinan di Gerakan Pramuka  yang sangat terbuka, politis dan transaksional,” kata Dosen Universitas Mahasaraswati, Denpasar itu.

Sosok baru yang tidak memiliki jiwa pramuka dan belum pernah mengalami proses pendidikan kepramukaan, ujug-ujug menjadi ketua Kwartir. Ternyata, mereka membawa nilai-nilai baru yang merusak seperti korupsi, nepotisme, tertutup dan anti-kritik.

Akibatnya, kata Diah Yuniti, nilai-nilai keteladanan, kejujuran, persaudaraan, keterbukaan, kesantunan,  pengabdian, kemajemukan, kasih sayang, tanggungjawab dan profesionalisme yang merupakan nilai dasar Gerakan Pramuka.

“Jadi terdegradasi ke titik terendah yang merusak citra Gerakan Pramuka,” ujar Yuniti yang pernah menjadi Ketua Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pandega Bali itu. 

Menurutnya, kepemimpinan Kwartir oleh orang baru yang tidak memiliki jiwa Pramuka, tidak akan mampu menjadi sumber keteladanan. Namun malah berorientasi kekuasaan yang pragmatis transaksional.

 

Komentar