Rekening Dormant tak Dilarang UU Kenapa Diblokir? Ekonom Senior: Kepala PPATK tak Kompeten

Rekening Dormant tak Dilarang UU Kenapa Diblokir? Ekonom Senior: Kepala PPATK tak Kompeten


Ekonom senior INDEF, Didik J Rachbini mengomentari langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir 31 juta rekening tak aktif minimal 3 bulan (dormant). Langkah itu dinilai sudah keluar jalur dari tugas dan fungsi PPATK.

“Dalam kasus PPATK ini, sudah keluar jalur dari tugas dan fungsinya. Ini menandakan pemimpinya tidak kompeten menjalankan tugasnya. Sehingga kebijakan tersebut, selain tidak efektif, juga meresahkan publik,” ujar Didik kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (4/8/2025).

Menurut Rektor Universitas Paramadina itu, alasan PPATK memblokir rekening lantaran rawan disalahgunakan untuk kejahatan keuangan, cukup lemah dan tidak memiliki dasar hukum.

Dia menyebut, tidak ada satu pun aturan perundang-undangan yang melarang adanya rekening pasif. Sehingga pemblokiran bisa dinilai menyalahi undang-undang,

“Pejabat tidak kompeten seperti itu, sebaiknya diberi sanksi tegas. Apakah itu peringatan atau diberhentikan, karena kelalaian nan fatal. Serta menunaikan tugasnya secara tidak profesional. Ini merupakan kelalaian pemerintah juga, memilih pejabat yang tidak kompeten di bidangnya. Sehingga pemerintah juga ikut bertanggung jawab,” jelas dia.

Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010, kata Didik, tugas dan fungsi PPATK secara umum adalah mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU). Seperti halnya tugas lembaga atau badan lain yakni OJK, BI dan perbankan.

“Jika ada laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), maka PPATK bekerja sama dengan dan melaporkan kepada aparat hukum. Dalam hal ini, PPATK bukan aparat hukum yang bisa bertindak sendiri. Termasuk memblokir secara masif akun-akun yang dianggap terindikasi tersebut. Tidak begitu,” kata dia.

Dia mengatakan, tugas dan fungsi PPATK bersifat tidak langsung dalam hal penindakan, yakni memberikan rekomendasi hasil analisis kepada penyidik, jaksa, atau hakim. Nantinya, aparat hukum yang berwenang untuk menentukan apakah rekening nasabah bisa diblokir atau tidak.

Menurut proa berdarah Madura itu, PPATK tidak memiliki kewenangan langsung untuk memblokir rekening nasabah bank.

“PPATK tidak dapat memblokir langsung rekening nasabah seara massal seperti dilakukan sekarang, walau pun dengan sifat sementara, tetapi hanya dapat meminta penyidik (Polri, Kejaksaan, KPK) untuk memblokir rekening jika ditemukan indikasi TPPU atau pendanaan terorisme,” ungkap dia.

“Baru aparat hukum, baik penyidik, jaksa, atau hakim dapat memerintahkan penyedia jasa keuangan (misalnya bank) untuk memblokir rekening. PPATK sifatnya  hanya dapat merekomendasikan berdasarkan hasil analisis dan tidak mengeksekusi langsung blokir,” tambahnya.

Ternyata, pemblokiran rekening dormant oleh PPATK yang dipimpin Ivan Yustiavandana, sudah berlangsung sejak Mei lalu. Terdapat 31 juta rekening yang kena, nilainya mencapai Rp6 triliun. Tiap rekening rata-rata masih menyimpan duit nyaris Rp200 ribu.

Alasan PPATK, pemblokiran rekening dormant sebagai upaya perlindungan hak dan kepentingan pemilik sah nasabah. Lima tahun terakhir, rekening dormant kera dijadikan target kejahatan.

Rekening pasif itu, menurut PPATK, diperjualbelikan atau digunakan sebagai rekening penampung tindak pidana, seperti korupsi, narkotika, judi online, dan peretasan digital.

    
 

Komentar