Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menyebut akan ada pemberian amnesti tahap berikutnya oleh Presiden Prabowo Subianto. Meski begitu Agus masih belum mau menjelaskannya.
“Ya nanti ada tahap berikutnya kemungkinan untuk pengajuan kembali amnesti kepada Bapak Presiden,” kata Agus di Jakarta, Senin (4/8/2025).
Pengampunan tahap lanjutan ini menyusul pemberian amnesti kepada 1.178 terpidana dan tahanan yang telah diberikan melalui keputusan Presiden pada Jumat (1/8/2025).
Menurut Agus, penerima amnesti itu sudah dibebaskan. “Sudah kemarin hari Sabtu (2/8). Kita langsung distribusikan ke wilayah dan sudah jalan,” katanya.
Dia pun menyambut baik amnesti Presiden. “Ini merupakan suatu langkah hukum yang luar biasa,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada 1.178 orang melalui keppres yang ditandatangani pada 1 Agustus 2025.
Salah satu penerima amnesti itu ialah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap pengganti antarwaktu anggota legislatif terkait dengan Harun Masiku.
Pada saat bersamaan, Presiden juga memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan.
“Presiden ingin semua komponen bangsa berpartisipasi dan bersama-sama karena Presiden merasa ‘semua anak negeri, ayo kita bersama-sama untuk membangun’, apalagi dengan seluruh elemen kekuatan politik,” kata Supratman menjelaskan pertimbangan Presiden dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8).
Terpisah, Menteri Hukum melalui keterangan tertulisnya menyatakan sebanyak 493 orang lainnya masih dalam proses verifikasi untuk menerima amnesti.
Di samping itu, Supratman menegaskan narapidana terkait kasus apa pun bisa menerima hak amnesti maupun abolisi dari presiden.
Pasalnya, kata dia, tidak ada satu pun ketentuan dalam undang-undang yang menyatakan pemberian amnesti atau abolisi hanya diberikan untuk satu jenis tindak pidana.
“Semua jenis tindak pidana itu, kalau Presiden mau menggunakan hak istimewanya, boleh,” ujar Supratman di Jakarta, Senin (4/8/2025).