Ruang sidang seharusnya menjadi tempat yang hikmat, tenang, tertib, dan dipenuhi rasa hormat terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Namun, suasana itu nyaris lenyap saat sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa artis Nikita Mirzani digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).
Alih-alih tenang, ruang sidang justru bergema oleh teriakan dan sorakan dari para pendukung Nikita. Mereka tak segan-segan meneriaki Jaksa Penuntut Umum (JPU) setiap kali merasa jaksa bertindak tidak adil, terutama saat menyela keterangan saksi yang tengah bersaksi.
Misalnya saja, saat Dokter Samira atau yang lebih dikenal dengan sebutan Doktif memberikan keterangan, jaksa sempat menyela sebentar. Namun, sikap jaksa itu langsung direspons dengan nada tinggi oleh Nikita dan para pendukungnya.
“Biarkan dia bicara dulu loh, jangan dipotong. JPU menguntungkan JPU sendiri, biarkan dia bicara,” kata Nikita lantang dari kursi terdakwa.
Tak hanya Nikita, para pendukungnya dari bangku pengunjung pun ikut bersuara. Sorakan seperti “Diam, jangan ganggu saksi bicara,”.
Padahal, selain jaksa itu merupakan bagian dari penegasan dari pernyataan yang disampaikan Doktif.
Hakim pun beberapa kali mengetuk palu, berusaha menenangkan suasana.
“Diam, diam,” ujar hakim dengan nada tegas, mengingatkan agar semua pihak menghormati proses yang sedang berlangsung. Namun peringatan itu tak pernah diindahkan.
Suasana yang memanas tak kunjung mereda. Pendukung Nikita terus melontarkan protes setiap kali jaksa bersuara, menciptakan suasana yang lebih menyerupai kericuhan di jalanan.
Sebagaimana diketahui, Nikita didakwa melakukan pengancaman dan pemerasan bersama-sama dengan asistennya Ismail Marzuki alias Mail Syahputra terhadap dokter Reza Gladis Prettyanisari.
Reza diperas sebesar Rp4 Miliar agar Nikita Mirzani mau tutup mulut setelah mencemooh produk kecantikan besutan bos skincare tersebut. Alhasil Reza mengalami kerugian sebesar Rp4 miliar dan kredibilitasnya sebagai dokter hancur.
Atas perbuatan Nikita dan Mail didakwa dengan Pasal Pasal 45 ayat 10 huruf A, untuk Pasal 27B Ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu mereka juga didkwa dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan mengalihkan uang hasil pemerasan tersebut guna membayar angsuran rumah Niki di kawasan BSD, Tangerang, Banten.
Mereka juga dijerat dengan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.