Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang Rp200 juta dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dugaan suap proyek pembangunan rumah sakit daerah (RSUD) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan uang tersebut diamankan saat menjaring Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim.
“Tim KPK kemudian menangkap saudara ABD dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp 200 juta,” kata Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025).
Asep memaparkan, uang Rp200 juta tersebut merupakan bagian dari uang suap proyek rumah sakit dengan komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek senilai Rp126,3 miliar.
“Yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kab. Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” ucapnya.
Barang bukti tersebut ditampilkan dalam konferensi pers pada Sabtu (8/9/2025). Terlihat dua tumpuk uang pecahan Rp50 ribu, satu tumpuk uang pecahan Rp100 ribu, serta sebuah telepon genggam yang juga diamankan.
Sebelumnya, KPK melakukan OTT sejak Kamis (7/8/2025) dan mengamankan 12 orang. Bupati Koltim Abdul Azis diamankan usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem 2025 di Hotel Claro, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat (8/8/2025).
Kemudian, KPK resmi menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Koltim dengan nilai proyek mencapai Rp126,3 miliar, Jumat (8/8/2025).
Salah satu tersangka adalah Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029, Abdul (Abd) Azis. Tersangka lainnya yaitu ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD; AGD (Ageng Dermanto), PPK proyek RSUD Koltim; DK (Deddy Karnady), pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP); dan AR (Arif Rahman), pihak swasta dari KSO PT PCP.
Para tersangka ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari, terhitung 8–27 Agustus 2025, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
Kontruksi Perkara
Dalam konstruksi perkara, sektor kesehatan menjadi salah satu program prioritas nasional, termasuk dalam program Quick Wins Presiden untuk akselerasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan gratis, penuntasan kasus TBC, hingga pembangunan rumah sakit berkualitas di tingkat kabupaten.
Tahun ini, Kementerian Kesehatan mengalokasikan Rp4,5 triliun untuk meningkatkan kualitas RSUD dari tipe D menjadi tipe C di berbagai daerah, salah satunya RSUD Kolaka Timur yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Namun, proyek strategis ini diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 12 orang. Di Kendari, yang diamankan antara lain Ageng Dermanto (PPK proyek RSUD Koltim), Harry Ilmar (PPTK), Nova Ashtreea (staf PT PCP), dan Danny Adirekson (Kasubbag TU Pemkab Koltim). Di Jakarta, KPK mengamankan Andi Lukman Hakim (PIC Kemenkes), Deddy Karnady (PT PCP), Nugroho Budiharto (PT Patroon Arsindo), Arif Rahman (KSO PT PCP), Aswin (KSO PT PCP), dan Cahyana (KSO PT PCP). Sementara di Makassar, Bupati Koltim Abdul Aziz dan ajudannya, Fauzan, turut diamankan.
Kronologi perkara ini bermula pada Desember 2024, saat pihak Kemenkes bertemu lima konsultan perencana membahas Basic Design RSUD yang didanai DAK. Pekerjaan desain untuk 12 RSUD, termasuk RSUD Koltim, dibagikan secara penunjukan langsung. Proyek desain RSUD Koltim dikerjakan oleh Nugroho Budiharto.
Pada Januari 2025, Pemkab Koltim dan Kemenkes mengatur lelang pembangunan RSUD tipe C di Koltim. Ageng Dermanto diduga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim. Tak lama, Abdul Azis bersama pejabat daerah lainnya diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra memenangkan lelang. Pada Maret 2025, kontrak pekerjaan senilai Rp126,3 miliar ditandatangani antara Pemkab Koltim dan PT PCP.
Modus suap mulai berjalan pada April 2025, saat Ageng Dermanto memberikan uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor. Pada Mei–Juni 2025, PT PCP menarik dana Rp2,09 miliar, yang sebagian (Rp500 juta) diberikan kepada Ageng Dermanto di lokasi proyek. Permintaan commitment fee sebesar 8% dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar pun muncul. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar yang diserahkan kepada Ageng Dermanto, lalu diteruskan kepada staf Abdul Azis untuk kepentingan pribadi bupati.
Saat OTT, KPK mengamankan uang tunai Rp200 juta sebagai bagian dari commitment fee tersebut. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto sebagai pihak penerima suap, serta Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi.
Para tersangka ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari pertama, 8–27 Agustus 2025. DK dan AR disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan, penindakan ini juga menjadi langkah pencegahan agar proyek pembangunan rumah sakit dan program Quick Wins lainnya tidak disalahgunakan. Melalui koordinasi dan supervisi, KPK terus mendorong perbaikan tata kelola sektor kesehatan di pusat maupun daerah.