Anggota Komisi X DPR Reni Astuti menyoroti anggaran pendidikan 20 persen atau Rp724,3 triliun dari total APBN yang belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan pendidik dan peningkatan mutu pendidikan. Reni menegaskan, masih menemukan banyak guru yang penghasilannya jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
“Kalau kita bicara pendidikan, maka kita bicara tentang tenaga pendidik dan anak didik. Semestinya anggaran 20 persen dari APBN itu diprioritaskan untuk anak didik dan pendidik,” ucap Reni kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/8/2025).
Lebih lanjut, dia menceritakan pengalamannya saat menjalani masa reses di Dapil I Surabaya-Sidoarjo, di mana dirinya berdialog langsung dengan para guru. “Ada yang penghasilannya Rp2 juta, ada yang Rp1 juta, bahkan ada yang masih ratusan ribu,” tuturnya.
Namun begitu, para guru tersebut tetap bersemangat mengajar meskipun secara logika finansial penghasilan mereka tidak mencukupi. “Mereka tetap mengajar, tetap mendidik para siswa, dan menyekolahkan anak-anaknya. Ini luar biasa,” tambahnya.
Meski begitu, Reni menegaskan bahwa semangat para guru ini tidak boleh dijadikan alasan untuk membiarkan kondisi tersebut berlarut-larut. Dia mendesak pemerintah untuk memiliki rencana strategis atau roadmap yang jelas, kapan para guru di Indonesia bisa mendapatkan penghasilan di atas UMR.
Selain kesejahteraan guru, Reni juga menyoroti aspek mutu dan akses pendidikan bagi anak didik. Ia menekankan agar beban biaya, terutama untuk pendidikan dasar, tidak dibebankan kepada siswa.
“Jangan sampai kemudian beban biaya, utamanya pendidikan dasar dibebankan kepada siswa,” tutur dia.
Lebih lanjut Reni berharap agar amanat konstitusi terkait anggaran pendidikan sebesar 20 persen benar-benar diterapkan secara efektif. Prioritas utamanya, yakni pada peningkatan kesejahteraan guru dan peningkatan mutu pendidikan bagi seluruh anak Indonesia.