Usai Jadi Tersangka CSR BI, Satori dan Heri Gunawan Berpeluang Ditahan saat Pemeriksaan KPK

Usai Jadi Tersangka CSR BI, Satori dan Heri Gunawan Berpeluang Ditahan saat Pemeriksaan KPK


Setelah menetapkan dua anggota DPR sebagai tersangka, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Satori dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan (Hergun) dari Fraksi Gerindra, yang duduk di Komisi XI DPR RI periode 2019–2024. Usai pemeriksaan, keduanya kemungkinan akan ditahan.

Satori dan Hergun baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2020–2023.

“Tentunya, nanti akan dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan (Satori dan Hergun),” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dihubungi wartawan, Senin (11/8/2025).

Sebelum menjadwalkan pemeriksaan terhadap kedua tersangka, penyidik KPK lebih dulu mengumpulkan bukti dengan memeriksa sejumlah saksi dari pihak BI maupun yayasan yang terafiliasi dengan anggota DPR tersebut. Langkah ini dilakukan untuk mendalami alur perintah dan aliran dana.

“Terus melakukan pemeriksaan saksi dari pihak-pihak lain, termasuk dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara program sosial, maupun para yayasan yang mengelola dan melaksanakan program tersebut. Penyidik akan menelusuri perintah dan aliran uang dari program tersebut,” ujar Budi.

Sebelumnya, Satori dan Hergun diumumkan sebagai tersangka pada Kamis (7/8/2025).

Dalam kontruksi perkara, Komisi XI DPR RI memiliki mitra kerja seperti BI dan OJK. Selain menjalankan fungsi pengawasan, komisi ini juga berwenang memberikan persetujuan atas rencana anggaran kedua lembaga tersebut setiap tahun. Sebelum persetujuan diberikan, dibentuk Panitia Kerja (Panja) yang salah satunya diisi oleh Heri Gunawan dan Satori untuk membahas pendapatan dan pengeluaran BI serta OJK.

Setelah rapat kerja bersama pimpinan BI dan OJK pada November tiap tahun, Panja menggelar rapat tertutup. Dalam rapat tersebut disepakati bahwa BI dan OJK akan memberikan dana program sosial kepada setiap anggota Komisi XI DPR RI. BI mengalokasikan sekitar 10 kegiatan per tahun, sementara OJK 18–24 kegiatan per tahun. Dana tersebut disalurkan melalui yayasan yang dikelola anggota DPR, dengan teknis pelaksanaan dibahas oleh tenaga ahli anggota DPR bersama pelaksana BI dan OJK.

Heri Gunawan menugaskan tenaga ahlinya, sedangkan Satori menunjuk orang kepercayaannya untuk mengajukan proposal bantuan dana sosial kepada BI dan OJK. Proposal diajukan melalui empat yayasan di bawah Rumah Aspirasi Heri Gunawan dan delapan yayasan di bawah Rumah Aspirasi Satori. Keduanya juga mengajukan proposal ke mitra kerja Komisi XI lainnya.

Namun, pada periode 2021–2023, yayasan-yayasan tersebut menerima dana tanpa melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana tercantum dalam proposal. Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar—terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja lainnya. Dana ini dialihkan ke rekening pribadi melalui transfer dan setor tunai ke rekening penampung yang dibuka oleh anak buahnya, lalu digunakan untuk membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah dan bangunan, serta kendaraan roda empat.

Sementara Satori menerima total Rp12,52 miliar—terdiri dari Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja lainnya. Dana tersebut digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom mobil, kendaraan roda dua, dan aset lainnya. Satori bahkan diduga merekayasa transaksi perbankan dengan bantuan salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan dan pencairan deposito agar tidak terdeteksi dalam rekening koran.

Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Keduanya juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Komentar