Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam kasus korupsi terkait pembagian kuota haji tambahan dan penyelenggaraan haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa sesuai tupoksi, BPKH berperan mengelola keuangan dari calon jemaah haji mendaftar, baik haji khusus maupun haji reguler.
“Ya dalam penyelenggaraan ibadah haji ini, tentu uang yang dari para umat ya, para calon haji ini masuk dan dikelola BPKH. Baik dari yang haji reguler maupun yang haji khusus di BPKH dulu,” kata Budi kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025).
Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa setelah calon jemaah haji mendaftar dan membayar, BPKH mendistribusikan kuota haji reguler kepada Kementerian Agama, sedangkan kuota haji khusus disalurkan kepada agen travel penyelenggara perjalanan haji sesuai periode yang telah ditentukan.
“Kemudian setelah nanti masuk ke periode mau pelaksanaan hajinya, baru dari BPKH ini spill kembali ke Kementerian Agama untuk yang haji reguler, sedangkan untuk yang haji khusus ini kepada para travel agen yang menyelenggarakan ibada haji,” ungkap Budi.
Penyidik KPK saat ini mendalami dugaan pengkondisian persentase kuota haji tambahan yang dilakukan BPKH dan diduga melanggar aturan.
“Kami masih mendalami ini ya, kami masih mendalami terkait pengelolaan uangnya yang dari para umat ini yang nanti menjadi calon haji ini lah yang sedang didalami dalam pengelolaannya di BPKH,” ucapnya.
Dalam proses penyelidikan, KPK telah memeriksa Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, pada Selasa (8/7/2025) lalu untuk mendalami keterlibatan BPKH dalam kasus tersebut.
“Sehingga memang dibutuhkan keterangan dari pihak BPKH ini,” ujar Budi.
Usai diperiksa, Fadlul menyampaikan bahwa kehadirannya merupakan bentuk ketaatan sebagai warga negara sekaligus komitmen sebagai wakil pemerintah dalam mendukung penanganan perkara yang ditangani KPK.
“Hari ini, kami memberikan keterangan, informasi sebagai warga negara, tentu saja perwakilan dari badan pemerintah terkait dengan beberapa hal yang dimintakan oleh KPK,” ucap Fadlul kepada wartawan, Selasa malam.
Ia menegaskan telah memberikan keterangan secara jelas sebagai wujud komitmen BPKH dalam mendukung proses hukum. Namun, Fadlul belum bersedia membeberkan materi pemeriksaan secara rinci karena khawatir melangkahi wewenang aparat penegak hukum.
“Jadi, kami sudah memberikan informasi dengan jelas, secara gamblang, mudah-mudahan ini bagian dari komitmen kami BPKH untuk bisa tetap ikut menegakkan hukum sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan,” katanya.
Sebelumnya, kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan pada Jumat (8/8/2025) melalui surat perintah penyidikan (sprindik) umum, namun belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. KPK mencatat potensi kerugian negara awal dalam perkara ini mencapai Rp1 triliun.
Dalam konstruksi perkara, terdapat dugaan kejanggalan pada pembagian tambahan kuota 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024, yang dibagi sama rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus (50:50).
Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, porsi kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen, sedangkan kuota haji reguler sebesar 92 persen.