Artis Nikita Mirzani yang sedang tersangkut kasus pemerasan dan TPPU sempat koar-koar soal dugaan tindak suap aparat penegak hukum, agar mendudukannya di kursi pesakitan. Kabarnya, Nikita juga sudah melaporkan kecurigaannya ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo berbicara soal peluang Nikita bakal dipanggil untuk dimintai keterangan terkait dugaan suap tersebut. “(Permintaan keterangan kepada Nikita) bisa dimungkinkan hal itu di tahap pengaduan masyarakat,” kata dia kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025).
Budi bilang, adauan yang disampaikan kubu Nikita sekarang masih dalam proses analisis dan verifikasi oleh Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK. Dalam proses analisis tersebut nantinya akan ditentukan apakah KPK dapat menangani kasus tersebut atau tidak.
“Tentu nanti akan diterima dan ditindaklanjuti, akan dilakukan telaah dan verifikasi awal apakah laporan tersebut masuk dalam kriteria tindak pidana korupsi atau tidak, kemudian apakah menjadi kewenangan KPK atau tidak,” ucap Budi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan KPK tidak akan menyampaikan perkembangan penanganan laporan tersebut kepada publik karena pelaporan pengaduan masyarakat bersifat informasi yang dikecualikan.
Meski demikian, ia memastikan KPK akan memberikan perkembangan penanganan laporan kepada pihak pelapor.
“Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas terhadap tindak lanjut dari setiap laporan yang diterima, maka KPK akan menyampaikan update-nya (perkembangannya) kepada pihak pelapor saja, atau hanya menyampaikan kepada pihak pelapor saja,” katanya.
Sebelumnya, Nikita Mirzani melalui akun Instagram pribadinya mengunggah tanda terima pengaduan dirinya kepada KPK. Surat tersebut diterima KPK pada 8 Agustus 2025.
Dalam surat itu tertulis pengaduan berupa dugaan tindak pidana korupsi dan/atau dugaan suap terhadap aparat penegak hukum. Surat tersebut diserahkan M. Fasihhuddoinkholili.
“Sudah yah di laporin. Semoga @official.kpk segera menindak lanjutin kasus yang Kaka niki laporkan ke @official.kpk. Agar masih ada keadilan di negara republik Indonesia 🇮🇩 dan masyarakat percaya bahwa keadilan masih ada,” tulis Nikita.
Diketahui, viral beredar isi rekaman suara di media sosial yang diduga terkait kasus Reza Gladys. Rekaman itu membahas soal pengkondisian “baju cokelat”, hakim, dan jaksa dalam perkara pemerasan Nikita Mirzani.
Dalam rekaman tersebut, terdengar suara seorang perempuan yang mengaku sudah mengamankan pihak “baju cokelat” untuk menangani kasus.
“Pasti dia lagi kasak kusuk, kalau di baju cokelat kalau di petinggi-petingginya udah kita kunci, tapi justru yang dir-dirnya ini yang bintang satu yang begituannya lah, yang penting udah masukin dia jadi terdakwa,” kata suara dalam rekaman yang beredar, dikutip dari akun Instagram @lucintaluna_manjalita, Kamis (7/8/2025).
Rekaman itu juga berisi arahan agar semua pihak memberikan semangat dan membantu Reza Gladys menghadapi sidang, termasuk agar Reza tidak grogi dan salah ucap.
“Di sidang kita hajar lah, cuma ya itu neng Adisnya ini untuk teman-temannya bantu, kuatin Adis (Reza Gladys),” ucapnya.
“Paniknya di sidang, dia grogi enggak. Dia takut dicecar pertanyaan, kata aku enggak akan kan jaksanya udah kita jagain neng, hakimnya jaksanya paling yang nyecer orang yang lawan dia,” sambungnya.
Hingga kini, belum ada keterangan pasti terkait rekaman tersebut. Namun, Lucinta Luna mengungkap identitas suara perempuan yang menginginkan Nikita Mirzani dipenjara. Lucinta menyebut nama Dewi, yang merupakan kakak dari Attaubah Mufid, suami Reza Gladys.
Sebagaimana diketahui, Nikita didakwa melakukan pengancaman dan pemerasan bersama asistennya, Ismail Marzuki alias Mail Syahputra, terhadap dokter Reza Gladys Prettyanisari.
Reza diperas sebesar Rp4 miliar agar Nikita mau tutup mulut setelah mencemooh produk kecantikan besutan bos skincare tersebut. Akibatnya, Reza mengalami kerugian Rp4 miliar dan kredibilitasnya sebagai dokter hancur.
Atas perbuatannya, Nikita dan Mail didakwa dengan Pasal 45 ayat 10 huruf A jo Pasal 27B Ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, mereka juga didakwa dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan mengalihkan uang hasil pemerasan untuk membayar angsuran rumah Nikita di kawasan BSD, Tangerang, Banten. Mereka dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.