KPK Geledah dan Segel Ruangan di Kemenkes, Diduga Milik Setditjen Kesehatan Lanjutan

KPK Geledah dan Segel Ruangan di Kemenkes, Diduga Milik Setditjen Kesehatan Lanjutan


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah menyegel sejumlah ruangan di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait penyidikan kasus dugaan suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra), yang menjerat Bupati nonaktif Abdul Azis (ABZ) dan sejumlah pihak lainnya.

“Iya benar,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, ketika dihubungi wartawan, Selasa (12/8/2025).

Saat disinggung apakah ruangan yang disegel salah satunya milik Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Sunarto seperti pemberitaan beredar di linimasa, Asep mengaku tidak mengingat secara pasti.

“Untuk ruangannya saya nggak hapal. Itu ruangan siapa, mohon maaf,” ucap Asep.

Menurut Asep, usai penyegelan dilakukan, pihaknya juga menggeledah ruangan tersebut. Namun, ia belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai waktu penggeledahan.

“Penyegelan kemudian digeledah,” ucap Asep.

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sejak Kamis (7/8/2025) dan mengamankan 12 orang. Abdul Azis diamankan usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem 2025 di Hotel Claro, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat (8/8/2025).

KPK kemudian menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Koltim dengan nilai proyek mencapai Rp126,3 miliar. Mereka adalah Bupati Koltim periode 2024–2029 Abdul Azis; ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD; AGD (Ageng Dermanto), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim; DK (Deddy Karnady), pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP); dan AR (Arif Rahman), pihak swasta dari KSO PT PCP.

Para tersangka ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari, terhitung 8–27 Agustus 2025, dan masa penahanan dapat diperpanjang.

Kontruksi Perkara 

Dalam konstruksi perkara, sektor kesehatan menjadi salah satu program prioritas nasional, termasuk dalam program Quick Wins Presiden untuk akselerasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan gratis, penuntasan kasus TBC, hingga pembangunan rumah sakit berkualitas di tingkat kabupaten.

Tahun ini, Kemenkes mengalokasikan Rp4,5 triliun untuk meningkatkan kualitas RSUD dari tipe D menjadi tipe C di berbagai daerah. Salah satunya RSUD Kolaka Timur, yang dananya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Namun, proyek strategis ini diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 12 orang. Di Kendari, yang diamankan antara lain Ageng Dermanto (PPK proyek RSUD Koltim), Harry Ilmar (PPTK), Nova Ashtreea (staf PT PCP), dan Danny Adirekson (Kasubbag TU Pemkab Koltim). Di Jakarta, KPK mengamankan Andi Lukman Hakim (PIC Kemenkes), Deddy Karnady (PT PCP), Nugroho Budiharto (PT Patroon Arsindo), Arif Rahman (KSO PT PCP), Aswin (KSO PT PCP), dan Cahyana (KSO PT PCP). Sementara di Makassar, Abdul Azis dan ajudannya, Fauzan, turut diamankan.

Kasus ini bermula pada Desember 2024, ketika pihak Kemenkes bertemu lima konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai DAK. Pekerjaan desain untuk 12 RSUD, termasuk RSUD Koltim, dibagikan secara penunjukan langsung, dengan proyek desain RSUD Koltim dikerjakan oleh Nugroho Budiharto.

Pada Januari 2025, Pemkab Koltim dan Kemenkes mengatur lelang pembangunan RSUD tipe C di Koltim. Ageng Dermanto diduga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim. Tak lama kemudian, Abdul Azis bersama pejabat daerah lainnya diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra memenangkan lelang. Pada Maret 2025, kontrak pekerjaan senilai Rp126,3 miliar ditandatangani antara Pemkab Koltim dan PT PCP.

Modus suap mulai berjalan pada April 2025, ketika Ageng Dermanto memberikan uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor. Pada Mei–Juni 2025, PT PCP menarik dana Rp2,09 miliar, yang sebagian (Rp500 juta) diberikan kepada Ageng Dermanto di lokasi proyek. Muncul pula permintaan commitment fee sebesar 8% dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar yang diserahkan kepada Ageng Dermanto, lalu diteruskan kepada staf Abdul Azis untuk kepentingan pribadi bupati.

Dalam OTT, KPK mengamankan uang tunai Rp200 juta sebagai bagian dari commitment fee tersebut. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto sebagai pihak penerima suap, serta Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi.

Para tersangka ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari pertama, 8–27 Agustus 2025. DK dan AR disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK menegaskan, penindakan ini juga menjadi langkah pencegahan agar proyek pembangunan rumah sakit dan program Quick Wins lainnya tidak disalahgunakan. Melalui koordinasi dan supervisi, KPK terus mendorong perbaikan tata kelola sektor kesehatan di pusat maupun daerah.

 

Komentar