Kasus Bupati Pati Kerek PBB 250 Persen, Celios: Orang Miskin Dicekik Pajak, Orang Kaya Santai Saja

Kasus Bupati Pati Kerek PBB 250 Persen, Celios: Orang Miskin Dicekik Pajak, Orang Kaya Santai Saja


Kasihan betul rakyat miskin di Indonesia, terlambat bayar pajak dikejar-kejar sampai rumah. Banyak pula rakyat kecil yang disodori tagihan pajak yang nominalnya tak masuk akal.

Era keterbukaan informasi, membuka banyak kisah tragis wong cilik yang hidupnya semakin berat, karena pajak. Salah satunya kasus Bupati Pati, Sudewo yang berniat mengerek naik pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 250 persen. Setelah gaduh nasional, Sudewo akhirnya membatalkan rencana tersebut.

“Masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia, harus menanggung beban pajak lebih besar secara persentase, ketimbang kelompok super kaya. Ini kan terbalik,” kata Direktur Kebijakan Publik Celios (Center of Economic and Law Studies), Media Wahyudi Askar di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Pakar kesenjangan sosial ini, menyebut rencana Bupati Sudewo menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen, tanpa melalui diskusi publik yang inklusif.

Kebijakan itu, kata Media, justru memberikan beban tambahan kepada kelompok miskin. Wajar jika memicu gelombang protes besar-besaran.

“Tapi kan prinsipnya sederhana, masyarakat hanya akan mau bayar kalau sistem pajaknya adil. Di sinilah problemnya hari ini. Itu kenapa kalau kita lihat demo di Pati, masyarakat menganggap sistemnya tidak adil,” kata Media.

Berdasarkan riset Celios, lanjutnya, kelompok masyarakat miskin membayar pajak lebih besar secara persentase, ketimbang orang super kaya di Indonesia.

Media mendefinisikan, kelompok super kaya sebagai orang yang berpenghasilan hingga puluhan miliar rupiah per bulan. Namun, pajak yang dibayarkan tidak sebanding dengan pendapatannya.

“Bahkan Warren Buffett pun bilang kenapa orang super kaya tidak membayar pajak secara persentase signifikan? Karena orang super kaya juga bingung dan tidak bisa melaporkan ke sekretarisnya secara self-assessment, berapa putaran uang di kantornya sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, ketidakadilan ini diperburuk dengan praktik penggunaan tax haven. Banyak orang kaya menempatkan aset di luar negeri melalui perusahaan cangkang sehingga pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak.

“Dan capital gain-nya kemudian diklaim dan dipajaki oleh negara-negara yang ada di luar negeri tersebut,” pungkasnya.

Media benar. Rencana Sudewo menaikkan PBB hingga 250 persen itu, jelas memberatkan warga Pati. Khususnya yang hidup pas-pasan. Angka kemiskinan di daerah itu, masih tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, persentase penduduk miskin di Kabupaten Pati mencapai 9,17 persen. Atau setara 116,84 ribu jiwa.

Betul, angka kemiskinan di Kabupaten Pati sempat turun 0,14 poin ketimbang Maret 2023 sebanyak 118,18 ribu jiwa. Dalam mengukur angka kemiskinan di Pati pada Maret 2024, BPS menggunakan standar Rp559 499,00 per orang per bulan. Naik Rp26.954,00 per kapita per bulan yang setara 5,06 persen, ketimbang standar kemiskinan Maret 2023 sebesar Rp532 545,00.

 

 

Komentar