Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan menyebut, desakan mundur ribuan warga Pati kepada Bupati Sudewo gara-gara menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 250 persen, menunjukkan karut marutnya tata kelola keuangan antara pusat dan daerah yang menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.
“Kasus Pati ini, adalah puncak gunung es saja. Dampak pemotongan transfer pusat ke daerah, dilakukan tanpa strategi mitigasi berkeadilan,” ungkap Rinto, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Jika pemerintah pusat tetap mengandalkan pemotongan anggaran transfer ke daerah (TKD), kata Rinto, justru melahirkan beban baru bagi masyarakat di daerah. Gara-gara TKD dipotong pusat, mau tak mau pemerintah daerah harus mengerek PAD (Pendapatan Asli Daerah)-nya. Agar defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bisa terjaga. Caranya bisa beragam, termudah adalah mengerek naik pajak yang menambah beban berat masyarakat.
“Kalau polanya seperti kasus Ngawi, kami khawatir, kepercayaan publik terhadap pemerintah bakal runtuh. Ini memicu peningkatan potensi instabilitas politik,” kata Rinto.
Ke depan, lanjutnya, IWPI berharap, Presiden Prabowo Subianto meninjau ulang arah kebijakan fiskal yang justru melahirkan masalah baru. Perlu dilakukan perubahan paradigma pajak dari sekadar alat menutup defisit, menjadi instrumen pemerataan dan kesejahteraan.
“Pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama mencari solusi kreatif, bukan menjadikan rakyat sebagai korban utama setiap kali neraca negara terancam merah,” ungkapnya.
Tahun ini, lanjutnya, Sri Mulyani memangkas dana transfer pusat ke daerah hingga 50 persen. Langkah ini dimaksudkan untuk menutup defisit dan membayar utang jatuh tempo sebesar Rp800 triliun.
“Di tengah kegagalan proyek digitalisasi perpajakan seperti Coretax yang justru menurunkan penerimaan negara. Namun dampaknya menghantam langsung APBD, membuat pemerintah daerah kelimpungan mencari pemasukan baru,” imbuhnya.
Benar kata Rinto. Fenomena Pati ini hanyalah puncak gunung es. Bisa saja, hal senada terjadi di daerah lain. Karena akar masalah serta pola penyelesaiannya sama.
“Jombang, Semarang dan daerah lain, terjadi masalah serupa Pati. Kebijakan fiskal pusat yang ketat, membuat kepala daerah nekat. Naikkan pajak atau memunculkan pajak-pajak baru yang memberatkan rakyat,” terangnya.
Wakil Ketua DPR asal Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menilai, langkah DPRD Pati menggulirkan hak angket dan membentuk panitia khusus (pansus) untuk pemakzulan Bupati Pati, Sudewo, sudah tepat.
“Ya kita lihat kan sudah dilakukan proses-proses yang menurut saya sudah on the track dilakukan DPRD Pati,” ujar Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Ketua Harian Partai Gerindra itu, berharap, seluruh pihak seharusnya menghormati proses sesuai dengan mekanisme yang ada. “Dan kita hormati proses-proses itu sesuai dengan mekanisme yang ada, dan kita akan monitor perkembangannya,” imbuhnya.