OTT di Sektor Kehutanan Masih Lanjut, KPK Usut Aliran Dana Suap di Perhutani

OTT di Sektor Kehutanan Masih Lanjut, KPK Usut Aliran Dana Suap di Perhutani


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi terkait suap perizinan penggunaan lahan hutan di Perusahaan BUMN Perum Perhutani.

Langkah ini diambil setelah KPK menemukan dugaan korupsi tersebut dalam operasi tangkap tangan (OTT) di sektor kehutanan, yang melibatkan kerja sama pengelolaan kawasan hutan antara PT Inhutani V (INH) anak perusahaan Perum Perhutani dan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) di Lampung.

“Benar bahwa tadi Inhutani itu I, II, III sampai V itu anak perusahaan Perhutani. Tentu kita akan lihat juga apakah pengurusan lahan ini, kerja sama lahan ini hanya sampai anak perusahaannya saja atau juga mengalir uangnya ke induk perusahaannya, dalam hal ini Perhutani,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

Selain PT Inhutani V, Perum Perhutani juga memiliki PT Inhutani I yang merupakan hasil penggabungan PT Inhutani I, PT Inhutani II, dan PT Inhutani III, dengan fokus pada pengelolaan kayu dan bisnis hasil hutan kayu. Sementara itu, penggabungan PT Inhutani IV, PT Inhutani V, dan PT Perhutani Anugerah Kimia diarahkan pada bisnis hasil hutan bukan kayu (HHBK).

KPK juga akan menelusuri kemungkinan aliran dana hingga ke tingkat kementerian, seperti Kementerian Kehutanan, dan pemerintah daerah, khususnya di Lampung.

“Dan kita juga sedang menelusuri karena perizinannya tidak hanya dari Perhutani, untuk perizinannya juga lewat kementerian juga pemerintah daerah. Kita akan susuri ke sana,” ujar Asep.

Sebelumnya, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan izin pemanfaatan hutan di Provinsi Lampung yang melibatkan PT Inhutani V. Penetapan ini dilakukan setelah KPK menggelar OTT pada Kamis (14/8/2025).

Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Inhutani V (INH) Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi (DJN), dan staf perizinan SB Grup, Aditya (ADT).

Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 14 Agustus hingga 1 September 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.

Atas perbuatannya, Dicky sebagai penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang yang sama jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

OTT tersebut dilakukan sejak Rabu (13/8/2025) dengan mengamankan sembilan orang di empat lokasi berbeda, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor, termasuk ketiga tersangka.

Dalam konstruksi perkara, PT Inhutani V memiliki hak pengelolaan areal hutan di Lampung seluas ±56.547 hektare, dengan ±55.157 hektare di antaranya dikerjasamakan dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama (PKS). Meski pada 2018 terjadi permasalahan hukum terkait kewajiban pembayaran pajak dan dana reboisasi yang tidak dipenuhi PT PML, Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan PKS tersebut tetap berlaku.

Pada 2024, kedua perusahaan kembali melanjutkan kerja sama. PT PML disebut mengalirkan dana miliaran rupiah kepada PT INH, termasuk Rp100 juta untuk keperluan pribadi Dicky. Pada November 2024, Dicky menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) yang mengakomodasi kepentingan PT PML.

Memasuki 2025, Dicky menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang kembali menguntungkan PT PML. Pada Juli 2025, Dicky meminta satu unit mobil baru kepada Djunaidi, yang kemudian dipenuhi. 

Pada Agustus 2025, Aditya mengantarkan uang SGD189.000 atau setara Rp2,4 miliar dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani, bersamaan dengan proses pembelian mobil Jeep Rubicon merah senilai Rp2,3 miliar.

Komentar