80 Tahun Merdeka: Menuju Kemandirian Bangsa

80 Tahun Merdeka: Menuju Kemandirian Bangsa


“… Pada hakikatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya .”

 

Penggalan kutipan dari pidato Soekarno yang dikenal sebagai pidato proklamasi itu disampaikan sebelum membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan. Soekarno menyampaikan pidato pembukaan yang menegaskan bahwa Indonesia telah merdeka dari penjajahan. Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sekaligus menjadi pernyataan bahwa bangsa Indonesia membentuk suatu negara yang mandiri dan berdaulat. Lalu bagaimana dengan kondisi Indonesia saat ini?

Dua hari lagi, tepat delapan dekade sudah Indonesia merdeka. Sejak proklamasi kemerdekaan 80 tahun silam, bangsa ini telah melewati berbagai fase pergolakan dan perjuangan yang sangat luar biasa. Dalam sejarahnya, Indonesia melewati beberapa era, yakni Pra-Kemerdekaan, Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.

Kini, pada peringatan HUT ke-80 RI yang mengusung tema utama: “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”, mengemuka sebagai refleksi dan pengingat bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam segala bidang. Berdikari sebagai bangsa mencakup berbagai aspek, di antaranya:

Kemandirian Politik: Meneguhkan Demokrasi yang Berdaulat

Indonesia telah berhasil menyelenggarakan pemilu langsung selama lebih dari dua dekade. Namun, dominasi oligarki, politik uang, dan ketergantungan pada modal besar masih menjadi tantangan serius. Kemandirian politik menuntut integritas institusi negara, netralitas aparat, serta partisipasi rakyat yang sadar dan aktif. Pada peringatan HUT ke-80 RI inilah menjadi momentum untuk menegaskan kembali semangat demokrasi yang lahir dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Kemandirian Ekonomi: Dari Negara Konsumen ke Produsen

Meski Indonesia kaya sumber daya alam, ketergantungan pada impor dan dominasi asing di sektor strategis sampai saat ini masih terus terjadi. Kemandirian ekonomi bukan berarti menutup diri, melainkan memperkuat kemampuan dalam negeri: membangun industri nasional, memberdayakan UMKM, memperkuat pertanian, dan mempercepat hilirisasi sumber daya. Di usia 80 tahun ini, Indonesia harus lebih agresif mengubah struktur ekonominya dari berbasis komoditas menjadi berbasis inovasi dan nilai tambah.

Kemandirian Energi dan Teknologi: Tidak Lagi Bergantung pada Luar

Energi menjadi tulang punggung kemajuan bangsa. Transisi dari energi fosil menuju energi baru dan terbarukan (EBT) bukan sekadar pilihan lingkungan, melainkan strategi geopolitik dan ekonomi. Kemandirian energi akan mengurangi ketergantungan impor BBM dan meningkatkan ketahanan nasional. Begitu pula dengan teknologi. Indonesia harus berani menjadi produsen teknologi, bukan hanya pengguna. Investasi di riset, pendidikan, dan industri teknologi menjadi syarat mutlak menuju bangsa mandiri.

Kemandirian Budaya dan Pendidikan: Memelihara Jati Diri Bangsa

Globalisasi menghadirkan tantangan identitas. Generasi muda lebih mengenal budaya asing dibanding warisan leluhur. Kemandirian budaya berarti memiliki identitas yang kuat dan tidak inferior dalam pergaulan global. Pendidikan harus menjadi alat pemerdekaan jiwa. Kurikulum yang relevan, guru yang sejahtera, dan akses pendidikan berkualitas menjadi kunci membangun generasi yang cerdas, mandiri, dan berkarakter.

Kemandirian dalam Keamanan dan Pertahanan: Siaga Tanpa Harus Gentar

Dalam dunia yang penuh gejolak, kemandirian di bidang pertahanan menjadi penting. Alutsista modern, kemandirian industri pertahanan, serta kekuatan diplomasi harus berjalan seiring. Indonesia yang kuat adalah Indonesia yang disegani, bukan karena agresif, tapi karena mampu menjaga kedaulatan dan tidak mudah ditekan.

Kemandirian Pangan: Memanfaatkan Sumber Daya Domestik Berkelanjutan

Kemampuan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri ini dengan mengandalkan produksi dalam negeri yang mencakup ketersediaan, aksesibilitas, stabilitas, dan pemanfaatan pangan yang beragam serta memanfaatkan potensi sumber daya lokal secara berkesinambungan. Kemandirian pangan merupakan upaya strategis untuk mencapai ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, meningkatkan inovasi teknologi, dan menerapkan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mewujudkan kemandirian pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Kemandirian Hukum: Adil dan Independen

Buramnya potret penegakan hukum selama ini menunjukkan Indonesia belum memiliki sistem hukum yang kuat, adil, dan efektif, yang dijalankan secara independen tanpa intervensi dari pihak lain. Ini mencakup peradilan yang bebas, penegakan hukum yang konsisten, serta partisipasi aktif masyarakat dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum. Kemandirian bangsa dalam bidang hukum merupakan prasyarat penting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dengan sistem hukum yang kuat, adil, dan independen, Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan berdaulat.

Kemandirian Kesehatan: Tanpa Terlalu Bergantung Pihak Asing

Indonesia harus memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakatnya secara mandiri, tanpa terlalu bergantung pada pihak asing. Ini mencakup berbagai aspek, mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, produksi obat-obatan dan peralatan medis sendiri, hingga pengembangan sumber daya manusia di bidang kesehatan. Contoh nyata upaya kemandirian bangsa dalam bidang kesehatan adalah pengembangan industri farmasi lokal, peningkatan fasilitas kesehatan di daerah terpencil, dan program vaksinasi nasional.

Kemandirian Politik Luar Negeri: Kedaulatan Negara di Panggung Internasional

Di tengah konflik geopolitik dan pusaran ketidakpastian global, kemampuan Indonesia dalam menentukan arah kebijakan politik luar negeri bebas aktif sangat penting. Indonesia di kancah internasional mesti mampu berpartisipasi aktif dan melindungi kepentingan nasionalnya tanpa intervensi asing. Khusus dalam upaya membantu memperjuangkan kemerdekaan Palestina, Indonesia harus terus aktif hingga tercapai Palestina merdeka dari penjajahan zionis Israel.

Kemandirian Dunia Olahraga: Mengukir Prestasi-prestasi Internasional

Indonesia harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi olahraga, baik dari segi prestasi maupun industri, secara mandiri, tanpa ketergantungan pihak lain. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pembinaan atlet muda, pengembangan infrastruktur olahraga, hingga pengelolaan industri olahraga yang berkelanjutan. Dengan mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada, Indonesia dapat mencapai kemandirian dalam bidang olahraga, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi pembangunan bangsa, selain tentunya nama harum negara.

post-cover
Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/8/2025). (Foto: Dok. Antara /Muhammad Adimaja)

Asca Cita: Cetak Biru Menuju Indonesia Emas 2045

Dalam perjalanan panjang bangsa selama 80 tahun ini, di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini menetapkan delapan misi utama dalam Asta Cita sebagai landasan untuk mencapai visi “Bersama Menuju Indonesia Emas 2045”. Hal itu sejalan dengan semangat cita-cita kemerdekaan RI untuk menuju kemandirian bangsa. Visi Indonesia Emas 2045 sebagai gagasan yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada tahun 2045. Tujuan dari gagasan ini ditargetkan tercapai semua pada tahun 2045, tepat pada peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.

Asta Cita yang merupakan cetak biru bagi pemerintah Indonesia dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 berfokus pada delapan misi strategis, yang berisikan tentang pengokohan ideologi hingga demokrasi. Kemudian soal pemantapan sistem pertahanan negara dan mendorong kemandirian bangsa lewat swasembada pangan hingga ekonomi kreatif. Pemerintahan Presiden Prabowo juga berjanji memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi demi negeri, meningkatkan lapangan kerja hingga soal reformasi politik, hukum dan birokrasi.

Presiden Prabowo menegaskan kunci utama untuk membangun kemandirian nasional di berbagai sektor strategis adalah melalui pendidikan yang berkelas dunia. Ia menggarisbawahi bahwa Indonesia tidak akan mampu mewujudkan kemandirian di bidang industri, pertahanan, energi, maupun teknologi tanpa didukung oleh sumber daya manusia unggul yang dilatih melalui sistem pendidikan berkelas dunia. Hal tersebut disampaikan Kepala Negara saat memimpin rapat terbatas bersama jajaran menteri Kabinet Merah Putih di kediaman pribadinya di Padepokan Garuda Yaksa, Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini.

Di kesempatan berbeda, belum lama ini, di tengah riuh dinamika ekonomi global yang terus bergejolak, Prabowo menyuarakan pesan yang mengakar kuat pada jati diri bangsa: pentingnya kemandirian ekonomi. Di hadapan para pelaku usaha dan ekonom dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Prabowo menyampaikan seruan untuk kembali menapaki jalan yang digariskan para pendiri bangsa.

Dalam pidato yang penuh penekanan dan semangat, Prabowo mengulas situasi ekonomi dunia yang kian tidak menentu, ditandai dengan kebijakan proteksionis negara-negara besar yang mengguncang stabilitas negara berkembang. Indonesia, menurutnya, tidak boleh hanya menjadi penonton dalam pusaran itu. “Pendiri-pendiri bangsa kita sejak dahulu sudah mengingatkan—dan saya juga sudah bertahun-tahun menyerukan—mari kita bangun ekonomi kita dengan berdiri di atas kaki kita sendiri,” ujar Prabowo.

Bagi Prabowo, kemandirian ekonomi bukan semata mimpi besar, melainkan suatu keniscayaan yang mesti diwujudkan melalui strategi konkret: swasembada pangan, energi, dan air, serta penguatan industrialisasi nasional. Semua itu harus dijalankan dengan keberpihakan yang nyata kepada rakyat kecil.

Prabowo menekankan strategi yang ia usung tak berhenti di tataran slogan. Visi itu berpijak kuat pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. “Bukan sebagai mantra, bukan sebagai slogan, bukan sebagai moto, tapi sebagai dasar pemikiran,” katanya.

Prabowo pun menyoroti ekonomi Pancasila yang berasaskan kekeluargaan dan menjunjung tinggi keadilan sosial. Ia menolak keras model ekonomi yang membiarkan kesenjangan melebar dan masyarakat kecil terpinggirkan. Dengan nada emosional, Prabowo menegaskan, “tidak boleh ada orang yang lapar di Republik yang sudah merdeka 80 tahun. Tidak boleh ada keluarga yang tinggal di bawah jembatan. Ini menusuk rasa keadilan.”

post-cover
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini. (Foto: Dok. Antara).

PR Besar Mewujudkan Kemandirian Bangsa

Di 80 tahun Indonesia merdeka ini, Rektor Universitas Paramadina yang juga ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Prof Didik J Rachbini menyoroti pasca krisis 1997-1998. Di mana, Indonesia mencapai kemajuan signifikan dalam membangun demokrasi dan secara bertahap, membangun stabilitas makro ekonomi, sistem perbankan keuangan yang kuat, serta infrastruktur yang berkembang, sekolah, pengurangan kemiskinan, dan berbagai aspek pembangunan lainnya. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia (terbesar ke-15) sebagai anggota kelompok G-20.

Dengan transisi demokrasi yang telah tuntas, dalam pandangan Didik, menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Liberalisasi ekonomi berkembang melalui serangkaian deregulasi, penyesuaian struktural, peningkatan efisiensi birokrasi, dan dukungan kuat dari anggaran negara dan perusahaan milik negara —yang mencakup sekitar separuh perekonomian.

Namun, Didik menggarisbawahi Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan dalam mencapai pemerataan pembangunan, memperkuat sektor pangan dan industri, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menangani reformasi perpajakan. Visi masa depan harus menekankan pertumbuhan inklusif, transformasi ekonomi berbasis inovasi, dan penguatan kapasitas lembaga negara.

Dalam perjalanan bangsa, Didik mencermati kisah suksesnya adalah pemulihan ekonomi pasca-krisis, yakni sejak tahun 2000-an, perekonomian Indonesia telah tumbuh stabil di kisaran 5-6 persen dengan sistem perbankan, pasar modal, dan anggaran nasional yang kuat. Pemerintah pusat terus membangun infrastruktur berskala besar, seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, LRT, dan lainnya.

Dengan peningkatan signifikan dalam pendapatan anggaran dalam dua dekade terakhir, pemerintah telah membangun infrastruktur pendidikan yang masif untuk meningkatkan akses terhadap Pendidikan dan Dana BOS. Oleh karena itu, akses terhadap pendidikan telah meningkat, dan tingkat literasi hampir mencapai 100 persen.

Dalam ulasannya Didik menyebut pemerintah pusat juga menyalurkan sejumlah besar anggaran kepada pemerintah daerah dalam proses desentralisasi progresif dengan dana alokasi khusus untuk daerah. Di sini, otonomi telah memperkuat daerah, meskipun belum terdistribusi secara efektif dan merata. Kemudian, sistem perpajakan juga meningkat secara signifikan dengan pajak dan anggaran negara yang lebih transparan. E-budgeting telah diimplementasikan sebagai bagian dari reformasi kebijakan Direktorat Jenderal Pajak.

Adapun menyangkut penanggulangan kemiskinan menurun menjadi sekitar 9,4 persen (2019), tetapi sedikit meningkat selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah masih menerapkan kebijakan bantuan sosial kepada masyarakat lapisan bawah. Dengan peningkatan pendapatan anggaran yang signifikan, pemerintah mampu menjalankan Program Jaminan Kesehatan (BPJS) untuk seluruh penduduk, yang berjumlah 286 juta jiwa. Didik menekankan, populasi sebagai sebuah langkah penting menuju negara kesejahteraan.

“Tantangannya yang masih menjadi pekerjaan rumah atau PR besar kita adalah kemiskinan, ketimpangan ekonomi, dan kualitas pendidikan yang tertinggal,” kata Didik menekankan dalam ulasannya kepada Inilah.com di Jakarta, Rabu (6/8/2025).

Angka kemiskinan resmi menurut BPS memang turun signifikan dari sekitar 40 persen di awal Orde Baru menjadi di bawah 10 persen saat ini. Namun, jika menggunakan ukuran kemiskinan multidimensi atau near poor, jumlah warga yang rentan jatuh miskin masih sangat besar. Adapun berdasarkan data BPS terbaru, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta orang sebesar 8,47 persen.

HUT ke-80 RI sejatinya memang bukan sekadar seremoni, melainkan saat yang tepat untuk menakar ulang sejauh mana bangsa ini telah merdeka secara utuh. Kemandirian bangsa bukanlah akhir dari perjuangan, tetapi awal dari tanggung jawab baru, yakni menjadi bangsa yang setara, berdaya saing, dan tidak tergantung pada pihak asing, sebagaimana cita-cita Bung Karno yang harus terus dihidupkan: “Indonesia bukan sekadar ada, tapi harus berdaulat, berdikari, dan berkepribadian”.

Untuk mewujudkan kemandirian bangsa di segala bidang, hal terpenting dari semua itu adalah tergantung pada political will pemerintah. Seluruh penyelenggara negara dituntut harus terus memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia secara jujur dan amanah agar bisa menjadi bangsa yang mandiri, seperti juga disampaikan Soekarno-Hatta dalam pembukaan isi pidato proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945: “Nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri.”

Komentar